TRIBUNNEWS.COM - Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar, meninggal dunia pada usia 72 tahun.
Seperti diketahui, Artidjo Alkostar juga semasa hidup dikenal sebagai Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, sepak terjang Artidjo saat menjadi hakim agung, juga dikenal keras dan tegas terhadap para koruptor.
Di antara kasus besar yang ditangani pria kelahiran 22 Mei 1948 tersebut, yakni pernah memperberat hukuman Anas Urbaningrum dalam korupsi wisma atlet dari 7 tahun menjadi 14 tahun.
Kemudian, Angelina Sondakh dari 4 tahun menjadi 12 tahun.
Dikutip dari Kompas.com, pada kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menjerat Angelina Sondakh, dilakukan adanya pemberatan hukum.
Baca juga: Sosok Artidjo Alkostar, Hakim Agung yang Ditakuti Para Koruptor, Meninggal Dunia Siang Tadi
Baca juga: Kabar Duka, Anggota Dewan Pengawas KPK Artidjo Alkostar Meninggal Dunia
Angelina Sondakh divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan.
Selain itu, majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar).
Putusan tersebut diberikan oleh Artidjo Alkostar saat masih menjadi Ketua Kamar Pidana MA, dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin, Rabu (20/11/2013).
"Terdakwa aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek. Disepakati 5 persen."
"Dan (fee) ini harus sudah harus diberikan kepada terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran dan 50 persen (sisanya) ketika DIPA turun."
"Itu aktifnya dia (terdakwa) untuk membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12 a," ungkap Artidjo.
Sementara itu, Artidjo juga dikenal tegas saat menangani kasus korupsi Anas Urnaningrum.
Baca juga: Artidjo Alkostar, Sosok yang Ditakuti Koruptor Wafat, Berikut Perjalanan Karirnya
Dikutip dari Kompas.com, Majelis hakim berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam secara pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang TPPU jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Sehingga, hukumannya diperberat dari yang sebelumnya tujuh tahun menjadi 14 tahun.
Majelis hakim yang memutus kasus tersebut, terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.
MA mengabulkan pula permohonan jaksa penuntut umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.
Seperti diketahui, Artidjo merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan juga Universitas Northwestern Chicago, Amerika Serikat, dengan meraih gelar magister (LLM).
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, kabar duka tersebut diketahui dari unggahan akun Twitter Menko Polhukam, Mahfud MD @mohmahfudmd, Minggu (28/2/2021).
Ia menyampaikan duka cita atas meninggalnya mantan hakim agung tersebut.
"Kita ditinggalkan lagi oleh seorang tokoh penegak hukum yg penuh integritras."
"Mantan hakim agung Artidjo Alkostar yg kini menjabat sbg salah seorang anggota Dewan Pengawas KPK telah wafat siang ini (Minggu, 28/2/2021)."
"Inna lillah wainna ilaihi raji’un. Allahumma ighfir lahu," tulisnya.
Menurutnya, Artidjo Alkostar dikenal sebagai sosok hakim agung yang tak ragu menjatuhkan hukuman berat bagi para koruptor.
Selain itu, anggota Dewan Pengawas KPK itu juga dikenal sebagai pengacara yang baik.
"Artidjo Alkostar adl hakim agung yg dijuluki algojo oleh para koruptor.
Dia tak ragu menjatuhkan hukuman berat kpd para koruptor tanpa peduli pd peta kekuatan dan back up politik.
Dulu almrhm adl dosen di Fak. Hukum UII Yogya yg jg jd pengacara.
Selama jd pengacara dikenal lurus," ungkap Mahfud MD.
Baca juga: BREAKING NEWS: Anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar Meninggal Dunia
"Thn 1978 Artidjo menjadi dosen sy di FH-UII. Dia jg yg menginspirasi sy menjadi dosen dan menjadi aktivis penegakan hukum dan demokrasi.
Pada 1990/1991 saya dan Mas Artidjo sama2 pernah menjadi visiting scholar (academic researvher) di Columbia University, New York. RIP, Mas Ar," lanjutnya dalam cuitan itu.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Nuryanti) (Kompas.com/Ambaranie Nadia Kemala Movanita )