TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Freddy Budiman sempat menggemparkan Indonesia atas kasus pengedaran narkoba.
Freddy Budiman yang dikenal sebagai seorang gembong narkoba, dieksekusi mati di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 29 Juli 2016.
Lima tahun berselang, anak dari Freddy Budiman, Fikri, memberanikan diri untuk muncul ke publik guna menceritakan sisi lain dari sang ayah.
Fikri memberikan kesaksiannya sebagai anak dari seorang bandar narkoba, melalui tayangan video bersama Gritte Agatha di Youtube Gritte.
Video tersebut ditayangkan pada 17 Maret 2021.
Baca juga: Polisi Gerebek Pabrik Ekstasi Jaringan Freddy Budiman Beromzet Rp 190 Juta Perhari di Jakarta
Dalam video berdurasi lebih dari satu jam itu, Fikri bercerita awal mula sang ayah mengenal barang haram tersebut.
Seperti apa penjelasan Fikri berikut Tribunnews.com rangkum dari pemberitaan Kompas.com, Senin (22/3/2021).
1. Pengaruh lingkungan
Fikri mengatakan ayahnya mengenal narkoba dari lingkungan, bukan karena faktor ekonomi keluarga.
"Awal mula ayah gue mulai terjaring kasus narkoba itu karena faktor ekonomi, faktor karena mungkin dulunya seorang copet, itu udah pasti salah banget gitu, karena keluarga gue terakhir maksudnya ayah gue terlahir dari keluarga yang berkecukupan, jadi tidak berawal dari seorang copet," kata Fikri.
"Jadi yang harus dibenarkan bahwa ayah gue seperti itu karena faktor lingkungan, kayak gitu," lanjutnya.
Freddy pun sempat bercerita kepada Fikri bahwa dia bergaul di lingkungan yang memberikan dampak negatif kepada dirinya.
"Lingkungan yang dimaksud adalah ayah gue itu berada di lingkungan yang ayah gue sendiri bilang bahwa lingkungannya itu tidak baik,"
"Tidak baik dalam arti lingkungan yang maksudnya orang-orang yang melakukan hal-hal yang negatif, tidak positif kayak gitu sih, lingkungan yang bisa membawa pengaruh buruk," ucap Fikri.
Oleh karena itu, Freddy mengajarkan kepada Fikri untuk lebih selektif dalam memilih lingkungan pergaulan.
"Salah satu ajaran yang dari bokap gue adalah lingkungan untuk menentukan apa yang akan kita lakukan ke depannya," ungkap Fikri.
2. Detik-detik saat akan dieksekusi
Fikri menceritakan detik-detik terakhir sebelum sang ayah dieksekusi mati di LP Nusakambangan.
Fikri memberikan kesaksiannya melalui tayangan video bersama Gritte Agatha di Youtube Gritte. Video tersebut ditayangkan pada 17 Maret 2021.
Dalam video berdurasi lebih dari satu jam itu, Fikri bercerita dia baru mengetahui kabar eksekusi mati sang ayah pada 25 Juli 2016 atau 4 hari jelang eksekusi mati.
Fikri bersama tiga anggota keluarga Freddy lainnya langsung pergi ke LP Nusakambangan, Cilacap, pada 26 Juli 2016. Pada 27 Juli 2016, Fikri masih bisa bertemu sang ayah.
Di sana, Freddy menghabiskan waktu bersama sang anak, mulai dari makan hingga shalat berjemaah.
3. Ingin ke Amerika
Menurut Fkri, sang ayah sebelum dieksekus mati mengutarakan keinginannya untuk pergi ke Amerika Serikat karena dia tahu bahwa Fikri pernah mengunjungi negara adidaya itu pada tahun 2014.
Meski demikian, Freddy tak pernah membahas tentang kasus pengedaran narkoba yang menjeratnya di hadapan anaknya.
Dia hanya berpesan agar sang anak menjauhi barang haram tersebut.
Dia juga ingin melihat Fikri melanjutkan kuliah dan menjadi seorang pengusaha.
4. Ingin bersama anak
Pada 28 Juli 2016 atau sehari sebelum eksekusi mati, Freddy masih diizinkan untuk bertemu sang anak dan tiga anggota keluarga lainnya.
Lagi-lagi, Freddy tidak pernah membahas tentang kasus narkoba yang menjeratnya.
Freddy hanya menghabiskan sisa waktunya untuk shalat berjemaah dengan sang anak, makan bersama, mengaji, dan bercerita seputar kehidupan pribadi sang anak.
Sehari jelang eksekusi mati, Freddy sempat meminta satu permintaan kepada petugas LP Nusakambangan, yakni tidur bersama Fikri di dalam ruangan pribadinya.
Namun, permintaan Freddy ditolak petugas karena dikhawatirkan mengganggu psikologis Fikri.
Pada 29 Juli 2016 atau hari eksekusi mati, Freddy pun masih diberi kesempatan untuk bertemu Fikri.
Kala itu, Freddy berpesan kepada Fikri untuk menjadi laki-laki kuat dan bisa memperjuangkan kehidupannya.
"Pesan papa waktu itu adalah Dede (Fikri) boleh nangis sebanyak-banyakmya, setelah papa enggak ada, setelah dede keluar dari lapas (LP Nusakambangan) ini, jadi laki-laki kuat, jadi laki-laki yang kuat mental dan bisa berjuang di kehidupannya," kata Fikri.
5. Salat Isya sebelum dieksekusi
Menjelang Maghrib, petugas LP Nusakambangan memberitahu bahwa jam besuk telah habis.
Namun, Freddy meminta waktu tambahan kepada petugas karena ingin menjalankan shalat isya berjemaah dengan sang anak.
"Sebelum shalat maghrib, petugas datang nyamperin, "Pak, mohon maaf waktunya udah habis".
Waktu itu papa masih enggak mau, (Freddy bilang) "Saya minta sampai shalat isya", dibolehin (oleh petugas)," ujar Fikri.
Saat shalat isya berjemaah dengan sang anak, Freddy seperti biasa bertindak sebagai imam.
Selesai shalat, Freddy sempat berdoa dan menyampaikan keinginannya kepada Tuhan.
"Shalat isya dipimpin sama dia (Freddy), sehabis shalat dia mimpin doa, apa yang menjadi keinginan dia. Setelah shalat, aku peluk papa dan nangis," lanjut Fikri.
Freddy pun menyampaikan pesan terakhirnya sebagai seorang ayah kepada Fikri.
Dia berpesan kepada Fikri untuk menjaga adik-adiknya dan terus berjuang untuk menjadi orang yang sukses.
"Papa pegang pipi aku dua-duanya, papa bilang, "Papa pergi ya, tolong jaga adik-adiknya. Kamu bisa jadi orang yang sukses, karena papa tahu kamu orang yang kuat. Ingat pesan papa, setelah keluar dari sini, enggak ada kesedihan lagi"," ujar Fikri.
Freddy kemudian dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 sekitar pukul 20.00 WIB.
Dia berpesan untuk memberikan pakaian yang dikenakannya saat eksekusi mati kepada Fikri.
Dia kemudian dimakamkan di Surabaya, Jawa Timur.
Untuk diketahui, Freddy adalah salah satu bandar narkoba besar di Indonesia dengan jaringan kelas internasional.
Dia divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat karena mengimpor 1.412.476 butir ekstasi dari China pada Mei 2012.
Freddy juga sempat ditangkap tahun 2009, karena memiliki 500 gram sabu-sabu. Saat itu, dia divonis 3 tahun dan 4 bulan.
Feddy kembali berurusan dengan aparat pada 2011. Saat itu, dia kedapatan memiliki ratusan gram sabu dan bahan pembuat ekstasi.
Dia pun menjadi terpidana 18 tahun karena kasus narkoba di Sumatera dan menjalani masa tahanannya di Lapas Cipinang.
Sumber: Kompas.TV/Kompas.com