Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Narapidana Terorisme Mukhtar Khairi berpendapat fenomena terorisme saat ini telah memasuki era baru.
Saat ini, kata Mukhtar, teroris-teroris cukup belajar dari media sosial, berimprovisasi, berinovasi, dan melakukan amaliyah (aksi teror) secara sendiri-sendiri.
Sedangkan di masa lalu, kata dia, para teroris harus berkoordinasi dengan kelompoknya sebelum melakukan aksi teror.
Hal tersebut dia sampaikan dalam diskusi bertajuk Memperkuat Kontra Radikalisme yang ditayangkan di kanal Youtube Alinea ID pada Rabu (7/4/2021).
"Kalau sekarang memang teroris-teroris itu cukup mempelajari dari media sosial kemudian berimprovisasi, inovasi, dan melakukan amaliyah secara sendiri-sendiri," kara Mukhtar.
Baca juga: Densus 88 Tetapkan 3 Orang Buron Karena Diduga Terlibat Aksi Terorisme di Jakarta-Bekasi
Akibatnya, kata Mukhtar, aksi-aksi teror belakangan ini sulit terdeteksi.
Ia mengaku sempat berbincang dengan anggora Densus 88 Antiteror yang mengaku kesulitan untuk mendeteksi teroris era baru tersebut.
Baca juga: Fenomena Lone Wolf di Aksi Terorisme Seperti di Mabes Polri, Begini Analisa Doktor PTIK Dedy Tabrani
"Kemarin saya juga ngobrol dengan anggota Densus 88 dia bilang seperti itu, kita kesulitan karena eranya sudah berbeda. Mereka tidak berkordinasi, belajar langsung dari media sosial," kata Mukhtar.
Para Ulama Perlu Diberdayakan untuk Tangkal Paham Radikal
Mukhtar Khairi juga berpendapat para ulama perlu diberdayakan untuk menangkal paham radikal yang disebarkan para ideolog radikal.
Menurut Mukhtar ada dua macam radikalisme. Pertama, kata dia, radikalisme secara fisik.
Menurutnya aksi teror yang baru-baru ini terjadi di Gereja Katedral Makassar dan di Mabes Polri termasuk ke dalam radikalisme fisik.
Penanganannya, kata Mukhtar, perlu dilakukan oleh aparat negara bekerja sama dengan masyarakat