News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dosen Universitas Sidney Uraikan 6 Tahap Pelemahan KPK di Era Presiden Jokowi

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dosen University of Sydney Australia, Thomas Power, memamparkan enam tahp pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era Presiden Jokowi.

“Jadi menurut beberapa orang yang mendukung pemerintah saat ini, kalau ada upaya dari penyidik independen KPK untuk menyelidiki kasus korupsi di pemerintah atau kasus korupsi yang melibatkan anggota pemerintah, mereka yang sangat setia atau pernah dekat dengan kekuasaan, ini bukan karena kasus korupsi semata tetapi justru karena orang itu adalah lawan secara ideologis dan lawan-lawan politik secara ideologi,” ucapnya.

Keempat, perwira aktif polisi menjadi pimpinan KPK.

Baca juga: Pengamat: Jika Pemerintah Serius Ingin Selamatkan KPK, Keluarkan Perppu

Dia menilai ini semata-mata sebagai upaya untuk menghancurkan independensi KPK.

Kelima, adanya Revisi Undang-Undang KPK.

“Yang secara singkat dengan pembentukan dewan pengawas dan dengan kebijakan-kebijakan lain seperti wewenang untuk memberhentikan penyidikan KPK. Ini lagi-lagi melemahkan independensi lembaga tersebut dan juga bagi saya merupakan upaya dari eksekutif untuk melemahkan KPK,” ucapnya.

Terakhir, implementasi Revisi UU KPK terutama dalam alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Selain itu Thomas mengatakan ada faktor struktural dan agential yang juga menjadi faktor atau unsur pelemahan KPK pada zaman Jokowi.

“Korupsi yang bersifat terlembaga, kemudian maraknya politisasi penegakan hukum di Indonesia, kemudian penilaian terhadap lembaga independen seperti KPK yang kalau ada lembaga independen, lembaga penegak hukum yang independen, ini adalah ancaman terhadap sistem yang dibangun,” jelasnya.

Sementara faktor agential, lanjut dia, terutama politisasi KPK pada tahun 2014 dan sikap Presiden terhadap agenda antikorupsi.

Menurut dia, terjadi perubahan pada tahun 2014, di mana KPK tiba-tiba dipandang sebagai lembaga politik atau lebih banyak dibahas dalam konteks kontestasi dan konstelasi politik.

“Pada tahun 2014 kita melihat ada proses politisasi di dalam KPK pertama karena Abraham Samad yang berusaha memanfaatkan jabatannya sebagai ketua KPK untuk terjun ke dunia politik. Waktu itu dia ingin menjadi Wakil Presiden dari Jokowi,” ujarnya.

“Kemudian setelah terpilih, Jokowi itu berusaha untuk membangun legitimasi politiknya melalui proses pemeriksaan terhadap calon menteri dari KPK. Da ini juga menimbulkan konflik di internal koalisi pemerintah saat itu. Jadi KPK itu dijadikan alat politik bagi Abraham Samad, orang dari internal dan bagi Jokowi sebagai presiden baru,” jelasnya.

Terakhir terkait sikap presiden terhadap agenda antikorupsi, dimana Jokowi lebih mengutamakan agenda pembangunan ketimbang antikorupsi.

“Pak Jokowi ini lebih mengutamakan pembangunan daripada agenda antikorupsi yang lain dan disamping itu aparat penegak hukum dilihat sebagai alat untuk mengendalikan isu atau kondisi situasi politik pada zaman sekarang,” ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini