Menindaklanjuti putusan itu, Samin Tan bersama Eni dan Mekeng menemui Jonan di Gedung Kementerian ESDM.
"Pada pertemuan tersebut, Ignatius Jonan yang didampingi Bambang Gatot (Dirjen Minerba) menyampaikan dirinya tidak pernah berjanji sebagaimana penyampaian Eni Maulani Saragih kepada terdakwa," beber jaksa.
Atas hal tersebut, Samin Tan kemudian bertanya apa lagi yang dibutuhkan oleh Jonan, agar yakin PKP2B PT AKT tidak pernah dijaminkan.
Meneruskan penyampaian itu, Jonan meminta Samin Tan untuk menyerahkan surat pernyataan dari Bank Standard Chartered yang menyatakan bahwa PT AKT tidak menjaminkan PKP2B PT AKT, kepada Dirjen Minerba.
"Dengan surat pernyataan tersebut, permasalahan PKP2B PT AKT akan diselesaikan dan hak-hak PT AKT akan dikembalikan, serta izin-izin PT AKT yang hampir habis akan diberikan rekomendasi perpanjangan. Permintaan Ignasius Jonan tersebut, disanggupi oleh terdakwa," sebut jaksa.
Dalam perkara ini, pemilik PT BLEM atau yang lebih dikenal sebagai 'Crazy Rich' Samin Tan didakwa telah menyuap mantan Anggota DPR RI asal Partai Golkar Eni Maulani Saragih sebesar Rp5 miliar.
Adapun, uang sebesar Rp 5 miliar itu berkaitan dengan pengurusan terminasi kontrak PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM.
Samin Tan sengaja menyuap Eni agar bisa membantunya mengurus permasalahan pemutusan PKP2B Generasi 3 antara PT AKT dengan Kementerian ESDM di Kalimantan Tengah.
PT AKT sendiri merupakan anak perusahaan dari PT BLEM yang masih kepunyaan Samin Tan.
Atas perbuatannya, Samin Tan didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.