Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN -- Pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan mulai mengimplementasikan sistem peraturan daerah elektronik atau aplikasi e-Perda yang digagas Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Layanan berbasis teknologi itu diharapkan membuat rancangan produk hukum daerah lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan serta minim penyimpangan.
Aplikasi e-Perda merupakan sistem konsultasi seluruh produk hukum daerah berbasis elektronik yang disiapkan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri.
Dalam kesempatan itu, Penjabat Gubernur Kalsel Safrizal ZA, dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah yang diwakilkan oleh Direktur Produk Hukum Kemendagri, Makmur Marbun, secara bersamaan menekan layar sentuh sebagai simbol peluncuran aplikasi E-Perda kabupaten kota se-Kalsel, Selasa (29/6/21).
Baca juga: Soal Penerapan PPKM Darurat, Wakil Gubernur DKI: Satu atau Dua Hari ke Depan Akan Diumumkan
Launching aplikasi e-Perda digelar secara fisik dan daring di Mahligai Pancasila, Kota Banjarmasin, dihadiri Sekda Kalsel Roy Rizali Anwar, dan jajaran SKPD di lingkup Pemprov.
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik, turut meresmikan peluncuran aplikasi secara virtual melalui platform zoom.
Salah satu keuntungan terobosan tersebut dikatakan Akmal, yakni membuat konsultasi lebih efisien tanpa harus tatap muka.
Baca juga: Gubernur Banten Wahidin Halim Positif Covid-19, Diduga Tertular dari Ajudannya
Dijelaskan Akmal, tentang alasan yang mendasari terbentuknya E-Perda. Salah satu problem pemerintah adalah obesitas regulasi. Hal demikian terjadi karena masing-masing pemerintah daerah menyiapkan regulasi.
Belum lagi kementerian dan lembaga non kementerian yang membuat norma standar sendiri, kemudian dieksekusi oleh Pemda melalui program ataupun peraturan.
"Terjadilah berlomba-lomba bikin aturan, tapi kita sering lupa mengevaluasi apa yang kita buat," ujar Akmal Malik.
Ia pun menerangkan dampak-dampak buruk akibat terlalu banyak regulasi yang kurang diperlukan.
"Lamban dalam mengambil keputusan karena berorientasi pada peraturan yang lama. Kemudian, kurang optimal dalam berinovasi karena selalu berorientasi pada regulasi yang tidak sesuai dengan kondisi," urainya.
Meski begitu, menurut Akmal, dalam konteks ini, Pemda tidak bisa disalahkan.