TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengendalian kasus aktif Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi nasional memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Semakin cepat pemerintah dapat menurunkan jumlah pasien terinfeksi Virus Corona dan melindungi Keselamatan rakyatnya, kepercayaan pelaku ekonomi internasional akan cepat pulih.
Otomatis mempercepat pula pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun bila sebaliknya, kita akan mengalami resesi yang berkepanjangan.
Untuk itu, saat ini sebaiknya pemerintah fokus pada penyelamatan rakyat yang tengah terpapar Covid-19 maupun masyarakat yang kekurangan pangan dan semakin miskin karena adanya program pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang membatasi ruang gerak ekonomi.
Pemerintah tidak perlu melakukan perubahan perubahan atas peraturan pemerintah (PP) yang sudah dibuat sebelumnya seperti PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Baca juga: Simplifikasi Tarif Cukai Hasil Tembakau Dinilai Bisa Tekan Variasi Harga Rokok
Hal tersebut disampaikan dosen dan peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya, Imanina dan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Makananan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPRTMM-SPSI) Sudarto secara daring, kepada pers kemarin di Jakarta.
“ Adanya kebijakan PPKM tersebut memberikan dampak pada penurunan pertumbuhan di berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor industri hasil tembakau. Pemerintah sebaiknya fokus pada penurunan angka penularan Covid 19 sekaligus melindungi kehidupan ekonomi masyarakat kecil yang terganggu karena adanya PPKM Darurat,” papar Dosen dan Peneliti FEB UB Imaninar.
Lebih lanjut Imaninar menjelaskan, akan jauh lebih bijak jika pemerintah dan seluruh pelaku di berbagai sektor ekonomi saling bergotong-royong agar laju penyebaran Covid 19 dapat segera terkendali.
Tekanan ekonomi yang muncul akibat pandemi yang belum juga usai, diderita pula oleh sektor industri hasil tembakau (IHT).
IHT juga mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2020.
Industri pengolahan tembakau tercatat minus 5,78% sepanjang tahun 2020.
Penurunan terbesar terjadi pada kuartal II-2020 sebesar minus 10,84%, di mana ketika itu diberlakukan PSBB.
“Hal tesebut dapat menjadi gambaran bagi pemerintah saat ini, bahwa berbagai kebijakan berkaitan dengan IHT alangkah lebih bijak jika ditunda atau dipertimbangkan kembali demi keberlangsungan IHT. Oleh sebab itu, rencana pemerintah dalam merevisi PP No.109/2012 hendaknya perlu dikaji dan dipertimbangkan kembali demi keberlangsungan IHT," ujarnya.