Dirinya pun berharap kepada seluruh kepala daerah dan kepala dinas untuk berpikir ulang mengenai memungut PAD yang besar dari infrastruktur telekomunikasi.
"Pendapatan daerah tidak kita kejar dari retribusi infrastruktur telekomunikasi. Kita harus memfasilitasi infrastruktur telekomunikasi yang dibangun operator telekomunikasi sehingga layanannya dapat dimanfaatkan masyarakat," katanya.
"Ketika suatu daerah sudah tersedia layanan telekomunikasi dan menjadi smart city, perekonomian seperti pariwisata, perdagangan, industri, dan lain-lain akan tumbuh. Di sanalah terjadi efek berganda dari infrastruktur telekomunikasi yang dibangun. Jadi PAD didapatkan dari kegiatan ekonomi yang terjadi dari aktifitas penggunaan jaringan telekomunikasi," tambah Ismail.
Baca juga: Hari Kesehatan Nasional, Menkominfo Ajak Masyarakat Berperan Aktif dalam Perangi Pandemi
Menurut Ismail, nilai PAD yang didapat dari kegiatan ekonomi yang memanfaatkan jaringan telekomunikasi akan lebih besar dibanding jika Pemda langsung memungut PAD berupa retribusi yang tinggi atas pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi.
"Memungut PAD yang tidak wajar dari infrastruktur juga akan menghambat investasi di daerahaik itu investasi dari perusahaan telekomunikasi maupun berbagai industri lain yang kedepannya akan semakin bergantung kepada jaringan telekomunikasi," katanya.
Dia menilai banyak cara bisa ditempuh Pemda untuk menata kota tanpa harus kehilangan potensi PAD.
"Jika Pemda memiliki BUMD, dapat membangun infrastruktur pasif. Nantinya infrastruktur tersebut disewakan ke operator telekomunikasi, tentunya dengan biaya yang wajar yaitu dengan mekanisme cost recovery," katanya
"Kami akan berkoordinasi dengan Kemendagri dan Kementrian terkait lainnya untuk membuat aturan sehingga jelas pelaksanaannya. Tujuannya agar jadi pedoman seluruh kepala daerah untuk merapikan infrastruktur telekomunikasi yang sudah tergelar di daerahnya. Operator telekomunikasi tentunya juga akan menyambut baik jika pendekatannya bijaksana" tandas Ismail.