"Ada banyak hal yang harus dilakukan dalam restorasi gambut, mulai dari membangun konsensus tentang variabel apa saja yang harus diukur, set apa saja yang hilang dan apakah domain yang hilang itu harus diukur dalam setiap tingkat akumulasi yang ditetapkan atau tidak. Lalu bagaimana mengukur tingkat dekomposisi serasah hingga akhirnya menjadi laporan data yang kontekstual,” ungkap Mark.
Dari data-data itulah, menurut Mark, maka bisa dilihat perbandingan antara iklim, hidrologi, keanekaragaman hayati dan api.
Tak hanya data iklim, pihaknya juga menyebut pentingnya mengetahui data sosial ekonomi wilayah tersebut, sehingga nantinya dapat ditemukan penanganan yang tepat dalam restorasi gambut.
Di sisi lain, Rhupes Bhomia dari Centre for International Forestry Research mengatakan, restorasi gambut yang efektif dan tahan lama meliputi beberapa hal di antaranya biofisika, sosial, ekonomi dan pemerintah.
“Biofisika yaitu prinsip membasahi lahan gambut bervegetasi tanpa risiko drainase dan deforestasi. Sosial yaitu lebih fokus pada kesejahteraan dan kesetaraan masyarakat yang ditunjukkan secara luas. Ekonomi yaitu pemerintah yang adil dan kuat, sementara Pemerintah yaitu ekonomi berbasis lahan gambut yang berkelanjutan,” ujar Rhupes Bhomia.
Seperti diketahui, lahan gambut mampu menampung hingga 30 persen jumlah karbon dunia agar tidak terlepas ke atmosfer.
Bahkan, gambut juga bisa mencegah bencana serta mampu meningkatkan ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu diperlukan komitmen yang kuat dalam menjaga ekosistem gambut secara berkelanjutan.