Pada saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada saat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, Pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar.
Pertama Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI.
Kedua Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator); dan
Ketiga, pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator).
Baca juga: 15 Link Twibbon HUT KORPRI 2021, Tema ASN Bersatu, KORPRI Tangguh dan Indonesia Tumbuh
Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat.
Era RIS, atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet dan sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai.
Para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri, sehingga warna departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu.
Pendominasian partai dalam pemerintahan terbukti mengganggu pelayanan publik, PNS yang seharusnya berfungsi melayani masyarakat (publik) dan negara menjadi alat politik partai.
PNS pun menjadi terkotak-kotak dan prinsip penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan.
Kenaikan pangkat PNS misalnya dimungkinkan karena adanya loyalitas kepada partai atau pimpinan Departemennya.
Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental diwarnai dari partai asal dan kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.