“Pemerintah harus paham bahwa UU ini adalah kebijakan politik yang lahir karena tuntutan politik dari rakyat Papua saat itu. Kalau sekarang UU Otsus baru ini keluar dari nilai historis dan filosofis itu maka dia sudah tidak ada artinya lagi. Dia hampa, kosong, bahkan sangat melecehkan rakyat Papua,” tegas Namantus.
Dia berharap agar pemerintah pusat memberi porsi pertama dan utama terlebih dahulu pada akar masalah HAM.
“Manusianya dulu dihargai harkat dan dan martabatnya baru kita bicara soal makan dan minum. Bagaimana rakyat Papua mau terima pembangunan tetapi dia saat yang sama dilecehkan, ditembak, dan dibunuh? Ini logikanya,” ucap politisi Partai NasDem tersebut.
Ditegaskan juga oleh rekan DPR Papua lain Nikius Bugiangge, bahwa UU Otsus yang ada saat ini sangat jauh dari harapan rakyat Papua.
Dia memastikan, apabila logika dalam aturan pelaksanaan UU Otsus tidak mengakomodir aspirasi terdalam rakyat Papua menyangkut HAM maka UU ini tidak akan berjala efektif dan efisien.
“Saya sudah bisa membayangkan, implementasinya di lapangan akan repot karena soal mendasar mengenai HAM tidak diberi porsi perhatian besar oleh pemerintah. Ini hanya akan menimbulkan resistensi. Jakarta terus bicara pembangunan ini dan itu, tetapi selama manusianya tidak dihargai Harkat dan Martabatnya maka akan sama saja. Malah bisa jadi situasinya lebih buruk lagi. Pemerintah Pusat harus lebih peka membaca aspirasi rakyat Papua hari ini,” pungkas Nikius.