TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua anak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelaporan itu dilayangkan oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga merupakan aktivis 98, Ubedilah Badrun.
Ubedilah mengharapkan KPK serius dalam menanggapi laporan pihaknya dan tidak pandang bulu.
Menurutnya hukum harus tajam ke atas, tidak hanya ke bawah.
"Saya berharap KPK serius, profesional, menjalankan proses itu sesuai undang-undang yang berlaku, tidak pandang bulu atau bahasa lainnya itu tidak tajam ke bawah saja dan tumpul ke atas," ujar Ubedilah, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (13/1/2022).
Menurutnya, lembaga antirasuah itu beberapa waktu terakhir telah menunjukkan kerja-kerja profesionalnya sebagai lembaga penegak hukum dengan tugas pemberantasan korupsi.
Karena itu, Ubedilah mengharapkan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang yang disampaikannya mampu ditindaklanjuti tanpa intervensi.
Baca juga: Dosen UNJ yang Laporkan Gibran dan Kaesang ke KPK Disebut Bisa Terancam Hukuman 7 Tahun Penjara
"Jadi saya berharap proses itu berjalan dengan sesungguhnya, tanpa intervensi apapun. Saya kira KPK sangat paham," katanya.
Dia sendiri mengakui saat melaporkan Gibran dan Kaesang, KPK menanggapinya dengan baik, dimana mereka menyampaikan akan menindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku.
"Tanggapan KPK baik, bagus ya. Mereka mengatakan secara prosedur akan dibaca laporan itu, lalu dicek semacam data-datanya, dan kita menunggu informasi dari KPK setelah mereka mempelajari yang kami sampaikan," kata Ubedilah.
"Kami menunggu respon saja. Tidak ada jangka waktu, tapi mereka merespon cepat, kan langsung diterima, dibaca, dipelajari," tandasnya.
Sebelumnya, kedua putra dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Laporan tersebut dilayangkan oleh oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga merupakan aktivis 98, Ubedilah Badrun.
Dugaan ini berawal pada 2015, saat perusahaan besar berinisial PT SM ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan.