TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi UU.
RUU IKN disahkan dalam rapat paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan III tahun 2021-2022 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Ketua DPR RI Puan Maharani selaku pemimpin Rapat Paripurna menanyakan kepada seluruh fraksi terkait persetujuan RUU IKN menjadi UU.
"Saya tanya kepada setiap fraksi apakah RUU tentang Ibu Kota Negara dapat disahkan menjadi UU?" kata Puan.
Baca juga: Politisi PAN Minta Pemerintah Komitmen dan Konsisten Terhadap Skema Pendanaan IKN
"Setuju," jawab mayoritas para Anggota Dewan di ruang rapat.
Puan menyampaikan bahwa dari sembilan fraksi hanya satu fraksi yang tidak setuju pengesahan RUU IKN yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sementara delapan fraksi lain seperti PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PAN, PKB, PPP, dan PKB menyetujui RUU IKN menjadi UU.
Baca juga: Catatan Oposisi Soal Pengesahan RUU IKN, Terkesan Terburu-buru dan Membebani Keuangan Negara
Saat Puan hendak mengetuk palu, ada anggota dewan yang menyalakan mikrofon dan meminta interupsi.
Permintaan interupsi itu tidak diindahkan. Puan segera mengetuk palu pengesahan RUU IKN.
"Karena hanya satu tidak setuju maka sudah disetujui. Interupsi nanti artinya bisa kita setujui ini. Saya kira interupsi bisa diakhir nanti," jelas Puan.
Untuk mempertegas pengesahan RUU IKN, Puan kembali menanyakan kepada persetujuan kepada setiap fraksi.
"Saya tanyakan kembali apakah RUU IKN setuju disahkan untuk menjadi Undang-undang," tanya Puan lagi.
Untuk kali kedua, Puan mengetuk palunya lebih kencang.
Persetujuan RUU IKN menjadi UU ini disaksikan dua perwakilan pemerintah yang hadir antara lain Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Puan juga meminta Menteri PPN untuk menyampaikan pendapat pengesahan RUU IKN menjadi UU mewakili Presiden RI Joko Widodo.
Rapat Paripurna tidak hanya mengesahkan RUU IKN tapi juga RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
PKS Soroti Kondisi Keuangan Negara
Anggota Komisi V DPR Fraksi PKS Hamid Noor Yasin dalam interupsinya menilai persetujuan RUU IKN ini tidak dilakukan di waktu yang tepat.
Menurutnya, dunia termasuk Indonesia tengah dalam masa krisis ekonomi serta minimnya keuangan negara.
Pembangunan IKN membutuhkan anggaran kurang lebih Rp466 triliun sedangkan pemerintah masih menanggung beban utang yang per Oktober 2021 sebesar Rp6.687,28 triliun.
"Fraksi PKS melihat bahwa pemindahan IKN di saat seperti saat sekarang ini sangat membebani keuangan negara. Ini membuat negara tidak fokus dalam penanganan pemulihan ekonomi," tutur Hamid.
Ia berpendapat pembahasan RUU IKN juga sangat terburu-buru.
Sebagai Anggota Pansus RUU IKN, ia mengaku tidak mendapatkan informasi yang jelas soal draf RUU IKN.
"Fraksi kami merasa dikejar-kejar. Sementara pembahasan belum mendalam dan belum komprehensif. Sehingga PKS memandang RUU IKN masih memuat potensi masalah baik secara formil maupun materiil," tutur dia.
Catatan Fraksi Demokrat
Anggota Komisi IV DPR Fraksi Demokrat Suhardi Duka mengatakan pihaknya masih konsisten sepakat menerima RUU IKN menjadi UU tapi ada beberapa catatan penting.
Ia meminta pembangunan IKN harus memprioritaskan sekolah, transportasi, fasilitas rumah sakit dan fasilitas sosial termasuk pembuangan limbah sampah.
"Kita harus sadari pemindahan ibu kota tidak hanya memindahkan ruang kerja. Ini persoalan pemindahan ruang hidup orang banyak karenanya harus menjadi perhatian," ucap Suhardi.
Suhardi mengingatkan, pembangunan IKN baru nantinya juga akan menggunakan 258 ribu hektar kawasan hutan yang memiliki potensi kayu, tambang dan lainnya.
Ia menekankan sumber daya alam ini tidak boleh menjadi rebutan pihak-pihak tertentu.
"Pemerintah harus berhati-hati sekaligus melakukan perencanaan yang matang. Pemindahan ibu kota Negara harus menjadi kepentingan bangsa dan negara bukan kepentingan orang per orang," imbuhnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)