TRIBUNNEWS.COM - Pengesahan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru telah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini, Selasa (18/1/2022).
Dikutip dari Tribunnews, pengesahan ini dilakukan setelah Ketua Pansus RUU IKN DPR, Ahmad Doli Kurnia membacakan putusan tingkat I RUU IKN.
Lalu Ketua DPR RI, Puan Maharani sebagai pemimpin Rapat Paripurna DPR meminta persetujuan anggota dewan yang hadir.
Sehingga secara resmi UU IKN pun telah sah dan dijadikan acuan untuk dimulai.
Baca juga: Nusantara Jadi Nama Ibu Kota Negara, Muhaimin: Punya Makna dan Sejarah Kuat
Baca juga: NEWS HIGHLIGHT: Sosok Kepala Otorita IKN Harus Punya Visi Pemindahan Ibu Kota, Siapa Orangnya?
Namun faktanya, Indonesia tidak hanya kali ini saja pernah memindahkan ibu kota negara dan bahkan dilakukan beberapa kali.
Untuk selengkapnya berikut fakta sejarahnya.
Ibu Kota RI Pindah ke Yogyakarta
Dikutip dari sejarah-tni.mil.id, Jakarta pasca kemerdekaan tidak lagi aman karena datangnya tentara Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) dari Belanda yang ingin menguasai kembali kota Batavia.
Akibatnya, pada akhir 1945 situasi kota Jakarta menjadi sangat kacau.
Di bawah kendali HJ Van Mook, Belanda melalui NICA membuka kantor kembali di Jakarta.
Kemudian tindakan penculikan dan upaya pembunuhan terhadap sejumlah pemimpin Indonesia pun kerap terjadi.
Contohnya, mobil Perdana Menteri, Sutan Sjahrir dikejar segerombolan orang bersenjata yang menggunakan truk pada 26 Desember 1945.
Untungnya, Sjahrir selamat karena adanya patroli dari Polisi Militer Inggris.
Selain itu, Presiden Soekarno pun tidak luput dari gangguan seperti ancaman dan teror.
Hal ini membuat Presiden Soekarno menggelar rapat terbatas pada 1 Januari 1946 di kediamannya Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.
Hasil rapat terbatas ini pun memilih Yogyakarta menjadi alternatif.
Pada 2 Januari 1946, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengirimkan kurir ke Jakarta dan menyarankan agar ibu kota negara dipindah ke Yogyakarta.
Tawaran ini pun diterima Soekarno dan juga menegaskan apakah Yogyakarta sanggup menerima pemerintahan RI.
Hal ini pun disanggupi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII.
Akhirnya pada 3 Januari 1945, rombongan Soekarno-Hatta dan para meneteri kabinet RI pergi ke Yogyakarta menggunakan kereta api sekitar pukul 18.00 WIB.
Terkait kepindahan kedua pimpinan negara tersebut, Wakil Menteri Penerangan RI, Mr. Ali Sastroamidjojo dalam siaran RRI mengumumkan secara resmi pemindahan pemerintahan RI ke Yogyakarta pada 4 Januar 1946.
Alasannya karena Jakarta sudah tidak aman dan fasilitas Yogyakarta dinilai memadai untuk dijadikan ibu kota.
Kemudian Soekarno pun berkantor di Gedung Agung yang terletak di seberang bekas Benteng Vredeburg.
Kembali ke Jakarta
Agresi Militer Kedua Belanda pun pecah pada 19 Desember 1948 dan Panglima Besar Jenderal Sudirman mengajak pemimpin Indonesia untuk keluar kota Yogyakarta dan melancarkan perang gerilya.
Namun rapat kabinet diputuskan agar Presiden, Wakil Presiden dan beberapa menteri tetap berada di dalam kot agar tetap berhubungan dengan para anggota Komisi Tiga Negara (KTN).
Kemudian Soekarno juga memerintahkan Menteri Kemakmuran, Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Selain itu mandat serupa juga diterima Mr A.A. Maramis dan Dr. Soedarsono yang sedang berada di New Delhi untuk membentuk pemerintahan pengasingan di India.
Akhirnya, Agresi Militer Kedua Belanda berhasil dilakukan dan pusat pemerintahan di Yogyakarta diduduki.
Ditambah para petinggi negara juga ditawan dan diasingkan ke Bangka.
Namun kritik dunia internasional pun didapat Belanda atas apa yang dilakukannya.
Akhirnya berbagai perjanjian pun dirundingkan antara Indonesia dan Belanda.
Perjanjian Rum-Royen menjadi awal perundingan kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta yang mana dilaksanakan pada Mei 1949.
Lalu Konferensi Meja Bundar (KMB) juga digelar dan memunculkan mandat yaitu pengakuan kedaulatan pemerintah Belanda terhadap Indonesia pada 28 Desember 1949.
Rombongan Soekarno pun kembali ke Jakarta dan menjadi ibu kota negara kembali.
Perpindahan ibu kota kmebali ke Jakarta ini tertuang dalam UUD Sementara tahun 1950 dalam pasal 46 yang menyebut “pemerintah berkedudukan di Jakarta kecuali jika dalam hal darurat pemerintah menentukan tempat yang lain.
Selanjutnya secara penuh, Jakarta kembali menjadi ibu kota negara setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) membubarkan diri dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1950.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Reza Deni)