Lebih lanjut, Febrie menambahkan pihaknya juga telah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi hingga penggeledahan terhadap salah satu perusahaan swasta.
"Kita sudah melakukan pemeriksaan dan juga termasuk penggeledahan seperti yang ditanya tadi bahwa pihak swasta ini ya memang sebagai rekan dan pelaksana, maka penyidik mendalami peran dari awal. Apakah perusahaan ini memang cukup dinilai mampu ketika diserahkan pekerjaan ini," terang Febrie.
Dia menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak swasta yang paling bertanggung jawab karena bertugas sebagai rekanan pelaksana dalam dugaan kasus korupsi proyek pengadaan satelit di Kemenhan.
"Kita ingin melihat proses pelaksanaannya yang dilakukan oleh rekanan pelaksana seperti yang ditanyakan. Nah ini masih pendalaman dan tentunya kita meriksa dari rekanan pelaksana karena ini pihak yang kita anggap paling bertanggung jawab. Dan ini pihak swasta ya," beber Febrie.
"Sedangkan pihak militer tentunya kita serahkan ke Puspom melalui Jampidmil seperti yang saya katakan sejak awal bahwa kita akan melakukan terus koordinasi dalam progress penyidikannya. Termasuk nanti ekspose atau gelar perkara kita lakukan setelah hasil penyidikan kita lihat cukup ya untuk bisa kita menentukan tersangka," ujarnya.
Negara Merugi Rp 819 Miliar
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, membenarkan saat ini pihaknya dan Kejaksaan Agung sedang menindaklanjuti kasus dugaan pelanggaran hukum di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Kasus ini terkait kontrak sewa atau pengadaan satelit komunikasi pertahanan slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT).
Kontrak penyewaan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 819 miliar, sehingga perlu adanya tindak lajut yang mendalam terkait kewajiban pembayaran ini.
"Kami melakukan penyelidikan dan penilaian terhadap beberapa informasi yang kami konfirmasikan."
"Yakni tentang adanya dugaaan pelanggaran hukum yang melibatkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara."
"Padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum."
"Yaitu Kemenhan, tahun 2015, melakukan kontrak dengan PT Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada, (tapi sudah) dia kontrak."
"Karena, oleh pengadilan negara ini, (negara) kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar."