Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang tuntutan perkara dugaan tindak pidana pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing yang sedianya digelar Selasa (15/2/2022) ini, harus ditunda.
Adapun penundaan itu dikarenakan kedua terdakwa polisi yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella dinyatakan terpapar Covid-19.
Hal itu disampaikan langsung oleh koordinator tim kuasa hukum kedua terdakwa, Henry Yosodiningrat setelah persidangan dibuka.
"Berdasarkan surat keterangan yang disampaikan pada kami tadi malam surat keterangan dari RS Pondok Indah bahwa M Fikri Ramadhan, dan Yusmin Ohorella, pasien tersebut di atas dianjurkan untuk isolasi mandiri selama 14 hari terhitung tanggal 14 Februari 2022," kata Henry dalam sidang yang hadir secara virtual.
Baca juga: Dalam Sidang Unlawful Killing, Terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella Disebut Cerdas oleh Jaksa
Henry mengungkapkan, kondisi kesehatan dari siapapun yang menjadi terdakwa akan berpengaruh dalam jalannya persidangan.
Oleh karenanya kata dia, majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) untuk sejatinya memperhitungkan terkait kondisi kesehatan kedua kliennya itu.
"Kami berpikir itu kurang bijak untuk dilaksanakan karena sama saja saat dibuka sidang hakim harus menanyakan apakah saudara dalam keadaan sehat. tentunya jawaban dari terdakwa 'kami dalam keadaan tidak sehat'," kata Henry.
"Dengan demikian sidang pun tidak boleh dilanjutkan terhadap terdakwa yang sedang sakit. terima kasih yang mulia," sambungnya.
Mendengar keterangan tersebut, lantas susunan majelis hakim PN Jakarta Selatan melakukan musyarawah untuk keputusannya terhadap persidangan hari ini.
Hasilnya, Ketua Majelis Hakim Arif Nuryanta menyatakan, akan menunda jalannya persidangan hingga Selasa (22/2/2022) mendatang sambil menunggu perkembangan kondisi kesehatan kedua terdakwa.
"Untuk itu persidangan kali ini kita cukupkan sampai sini karena sudah mendengar dan kita tunda Minggu yang akan datang hari selasa tanggal 22 feb sambil melihat perkembangan kondisi kesehatan dr para terdakwa, begitu, sidang selesai dan ditutup," tukas Hakim Arif seraya menutup persidangan.
Baca juga: Besok, 2 Terdakwa Polisi Jalani Sidang Tuntutan Perkara Dugaan Unlawful Killing 6 Anggota Laskar FPI
Pengakuan Terdakwa Fikri
Terdakwa Polisi Briptu Fikri Ramadhan mengaku baru pertamakalinya terlibat baku tembak selama bertugas sebagai anggota kepolisian.
Pengalaman pertama itu dikatakan Fikri, pada insiden penembakan di Rest Area KM50 Cikampek yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI, 7 Desember 2020 silam.
Hal itu diungkapkan Fikri dalam sidang lanjutan perkara dugaan Unlawful Killing, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (2/2/2022), dalam agenda mendengar keterangan terdakwa.
Pernyataan itu bermula saat Hakim Anggota Elfian menanyakan terkait dengan pengalaman Fikri selama bertugas sebagai anggota kepolisian.
"Saudara ketika bertugas di kepolisian sudah berapa kali terlibat baku tembak?," tanya Hakim Elfian dalam persidangan.
"Secara pastinya tidak pernah yang mulia baru kali ini (insiden Unlawful Killing)," jawab Fikri.
Mendengar jawaban tersebut, sontak memicu pertanyaan lainnya dari Hakim Elfian, dan terlihat sedikit terkejut.
Lantas Hakim Elfian menanyakan kondisi batin dari Fikri usai terjadinya baku tembak yang bahkan menewaskan setidaknya enam anggota Eks Laskar FPI saat itu.
"Bagaimana keadaan batin saudara, saudara gugup?," tanya lagi Hakim.
Menjawab pertanyaan dari Hakim Elfian, Fikri menyebut kalau saat itu kondisi batinnya terasa kacau.
Kendati demikian, dirinya tidak menjelaskan secara rinci perihal kondisi psikologisnya saat itu.
"Kacau, sangat kacau (batin Fikri, red)," tukas Fikri.
Dakwaan Jaksa
Sebagai informasi, dalam perkara ini para terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.