Menurutnya mengatasi troubleshooting Rafale relatif cepat karena hanya tinggal ganti modul maka Rafale bisa terbang lagi.
Namun demikian, kata dia, di dalam pemeliharaan agak sulit.
"Karena kita harus membongkar modul tersebut. Tidak semua pabrik memberikan izin untuk membongkar kecuali kalau kita diberikan peralatan, apakah itu avionics intermediate shop yang bisa membongkar modul-modul tadi. Jadi tentunya kalau kita ingin membuat sistem MRO akan ada investasi terhadap peralatan-peralatan yang akan kita rawat," kata dia.
Dari sisi lain, menurutnya Rafale akan unggul dalam misi air to ground atau udara ke darat.
Eris mengatakan hal itu karena Rafale bisa membawa peluru-peluru kendali udara ke darat.
Selain itu, Rafale juga dilengkapi dengan peluru kendali yang dapat digunakan untuk pertahanan diri apabila diserang pesawat lain.
"Jadi menurut saya penting diketahui bahwa misi yang paling heavy, walaupun pesawat ini multi role maka air to ground ini yang diunggulkan di pesawat Rafale," kata dia.
Menurutnya, Rafale akan mengalami kesulitan untuk misi air to air atau udara ke udara.
Eris mengatakan Rafale akan kehilangan energi apabila digunakan bermanuver dalam durasi yang relatif panjang.
Hal itu, kata Eris, disebabkan bentuk sayapnya yang delta wing.
Begitupun dari sisi bahan bakar.
Eris mengatakan apabila dia hanya membawa peluru kendali full military power maka hanya bisa terbang selama 35 menit.
"Walaupun dinyatakan Rafale ini bisa fight dengan slow speed. Namun saya berpendapat dengan slow speed bisa tidak menguntungkan karena pasti dia dalam posisi defensive, tidak bisa offensive. Oleh karena itu kurang menguntungkan kalau ini memang diperuntukkan untuk air to air," kata dia.