Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menduga, alasan Muhaimin Iskandar mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda karena elektabilitas Ketua Umum PKB itu sebagai calon presiden tak kunjung meningkat.
Sebelumnya, usulan penundaan Pemilu 2024 itu disampaikan Gus Muhaimin, usai dirinya menerima aspirasi dari para pelaku bisnis.
"Itu juga ada hubungannya dengan persoalan Cak Imin. Soal elektabilitasnya yang tak naik dan sedang tak harmonis dengan PBNU," kata Ujang saat dihubungi, Kamis (24/2/2022).
Ujang menyebut, usulan penundaan Pemilu seperti yang disampaikan Gus Muhaimin, adalah kepentingan oligarki dan korporasi.
Oleh karena itu, masyarakat harus bersatu menolak wacana penundaan Pemilu.
"Tak ada alasan mengundur Pemilu. Yang diutarakan oleh Cak Imin itu kepentingan oligarki dan koorporasi. Bukan kepentingan rakyat," ujar pengamat politik Universitas Al Azhar itu.
Usul Pemilu 2024 Diundur Satu atau Dua Tahun
Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar, mengusulkan agar pelaksanaan Pemilu 2024 diundur satu atau dua tahun.
Alasan yang pertama, kata pria yang akrab disapa Gus Muhaimin itu, yakni Pemilu 2024 berpotensi merusak prospek ekonomi yang kini mulai membaik pascapandemi Covid-19.
Hal itu disampaikannya usai menerima aspirasi para pelaku UMKM, pelaku bisnis, dan analis ekonomi, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/2/2022).
"Pemilu itu biasanya ada tiga kondisi, pertama para pelaku ekonomi melakukan freeze pembekuan-pembekuan. Freeze atau pembekuan, wait and see and stop agresivitas ekonomi saat pemilu," kata Gus Muhaimin.
Alasan kedua, kata Gus Muhaimin, transisi kekuasaan setelah Pemilu biasanya membuat kondisi ekonomi tak menentu.
Sehingga, menurutnya hal itu bisa mengganggu suasana momentum yang sangat bagus, apalagi setelah digelarnta G20 nanti.
Baca juga: Gus Muhaimin Usul Penundaan Pemilu 2024: Reaksi Partai Demokrat, PDIP, Nasdem, PKS, PPP Hingga DPR