Naskah Akademik tersebut merupakan hasil seminar yang dibuat oleh Pemda DIY bersama Pemerintah Indonesia serta sejumlah Universitas.
Buku tersebut menggunakan lebih dari 100 referensi dan didalamnya nama Soeharto disebut berulang-ulang.
"Disini nama Soeharto disebut banyak, tetapi tidak perlu disebut di dalam Kepres karena penggagas dan pengarhanya serta pelaksananya memberi perintahnya itu Panglima Jenderal Soedirman atas kebijakan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamangkubuwono XI yang juga sebagai penguasa Yogyakarta," terang Mahfud.
Menurutnya, banyak tokoh penting lainnya yang juga menjadi pelaku sejarah tersebut, namun juga tidak ditulis dalam Keppres.
Peran Soeharto, Nasution, Urip Sumoharjo, Simatupang, Kawilarang, Soedarto, dan ratusan lainnya tidak disebut di Kepres tapi disebut di Naskah Akademik peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu.
Hal itu sebagaimana dalam Naskah Proklanasi 17 Agustus 1945 yang hanya memuat dua nama proklamator yakni Soekarno-Hatta.
Padahal banyak sekali yang berperan seperti Rajiman, Suroso, Wahid Hasyim, Ki Hajar, Yamin, Sukiman, dan lain-lain.
Kecuali Soekarno dan Hatta semua itu tak ditulis di naskah proklamasi tapi perannya tetap tercantum di dalam sejarah kemerdekaan.
Bagi Pemerintah Kepres No.2 Tahun 2022 merupakan penetapan "Hari H" krusial dalam sejarah tetapi karena Keppres bukanlah buku sejarah maka tak menulis detail petistiwa dan pelaku di lapangan di dalamnya.
Detail petistiwa dan pelaku termasuk peralatan dan tempat penyerbuan masih utuh dalam kronologi sejarah yang ditulis sebagai Naskah Akademik utk membuat Kepres tersebut.
(Tribunnews.com/Tio)