"Pemilih PAN ini luar biasa, bahkan aspirasi penundaan pemilu seperti yang disuarakan oleh Pak Zulkifli Hasan hanya direspons positif 13 persen oleh basis massa mereka," ucapnya.
Senada dengan PKB dan PAN, pemilih Partai Golkar mayoritas juga tak setuju penundaan pemilu berdasarkan survei IPI.
"Kemudian Golkar 57 persen pemilihnya mengatakan sebaiknya pemilu diadakan di 2024, dan hanya sedikit, minoritas, memilih ditunda hingga 2027," lanjutnya.
Burhanuddin mengatakan, apapun isu yang ditawarkan kepada masyarakat, itu tidak populer bahkan dari partai pendukungnya.
Mayoritas masyarakat Indonesia tetap setuju pemilu sesuai jadwal.
"Intinya, kalau di sini semua alasan tadi, mau alasan pandemi, mau alasan pemulihan ekonomi, mau alasan pembangunan IKN, itu tiga-tiganya tidak mampu mengalihkan atau mengubah sikap responden dan ide perpanjangan tadi ditolak secara multipartisan," imbuhnya.
Dari hasil survei itu, kata Burhan, publik patut mempertanyakan sikap para elit.
Baca juga: Pengamat Nilai Pernyataan Jokowi Belum Cukup Redam Isu Penundaan Pemilu 2024
Sebab, mayoritas massa dua ormas besar, yakni NU dan Muhammadiyah, maupun pemilih parpol yang mewacanakan isu itu ternyata menolak penundaan pemilu.
Ia pun menyarankan para elite parpol agar tidak lagi mengeluarkan ide yang justru malah memantik kontroversi dan pembelahan secara sosial politik.
"Seharusnya dalam politik demokrasi yang didasarkan pada fungsi agregasi kepentingan publik dan aspirasi warganya, elite mengikuti apa yang diinginkan warganya," kata Burhan.
Kata Burhanuddin, kalau warganya taat konstitusi, para elite parpol harus lebih taat lagi kepada konstitusi.
"Jangan memberi contoh yang tidak baik kepada warga, apalagi kita dalam kondisi pandemi, sebaiknya kita mendukung kinerja Presiden Jokowi untuk memulihkan pandemi ini. Jangan mengeluarkan ide yang bertentangan dan justru akan memantik kontroversi dan pembelahan sosial politik yang lebih tajam, ujung-ujungnya justru akan mengganggu agenda pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah," ujarnya.
Senada dengan Burhan, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengingatkan elite politik agar tak bermain-main dengan wacana penundaan pemilu.
Sebab, hal tersebut akan berdampak langsung kepada wacana perpanjangan masa jabat presiden yang dapat menjadi pintu masuk otoritarianisme.