News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Presiden

Sindiran Ketua DPD RI kepada Parpol yang Usulkan Tunda Pemilu: Asal Partai Kompak Mau Apa Saja Bisa

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti sebut tirani mayoritas partai politik menjadi akar permasalahan bangsa Indonesia.

LaNyalla menyimpulkan hal itu dari beberapa isu yang ramai belakangan misalnya gagasan menunda pemilu 2024 yang diungkapkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.

Menurutnya, hegemoni partai politik juga menjadi persoalan bangsa ini.

"Kalimat ini sangat penting untuk dicermati. Bagi saya, kalimat ini adalah salah satu permasalahan fundamental bangsa ini. Di mana hegemoni partai politik, sekaligus tirani mayoritas partai politik di Senayan adalah persoalan mendasar bangsa ini," kata LaNyalla dalam keterangannya, Senin (21/3/2022).

Baca juga: AHY Singgung Soal Wacana Pemilu Ditunda hingga Minyak Goreng: Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Menurutnya, peryataan Muhaimin soal penundaan pemilu akan terjadi jika partai politik kompak.

Bahkan disebut Presiden akan menyetujui usulan tersebut.

Terlebih, bagaimana negara ini bisa diatur suka-suka atas dasar kekompakan partai politik saja.

"Asal partai kompak, mau apa saja pasti bisa," tambahnya.

LaNyalla juga menyoroti pembuatan legislasi atau produk Undang-Undang (UU) yang dinilai tidak secara luas melibatkan partisipasi publik.

Menurutnya, pembuatan legislasi semacam itu di DPR juga terus jalan dengan hegemoni partai politik.

"Bagaimana DPR tidak secara luas melibatkan publik dalam membahas Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang, meskipun banyak pakar dan akademisi serta masyarakat yang menyoal. Semua jalan saja," ucap LaNyalla.

Selain itu, ia juga menyoroti jika publik tak puas dengan legislasi yang dibuat oleh DPR, dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Lalu oleh MK ditolak dengan alasan legal standing atau ditolak materinya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini