News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konten Bernuansa ‘Flexing’ Bisa Ditangkal Lewat Sikap Kritis Bermetode 'Design Thinking’ 

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Praktisi komunikasi Roro Ajeng Sekar Arum memberi materi bertajuk Design Thinking in Written Communication dalam pelatihan Leadership Development Beswan Djarum 2021/2022 yang diikuti oleh lebih dari 520 mahasiswa penerima program Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum) Angkatan 2021/2022 dari 90 universitas di Indonesia.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seperti dua sisi mata uang, majunya teknologi komunikasi memunculkan bahaya terselubung bagi generasi muda.

Mereka bisa ‘tersesat’ dalam derasnya arus informasi yang tak jarang mengandung hoax atau kabar bohong yang disebarkan pihak tak bertanggungjawab.

Di titik inilah, anak-anak muda Indonesia memerlukan kemampuan berpikir kritis, kreatif serta solutif dalam menyaring informasi dan menjawab permasalahan yang ada saat ini dan masa mendatang.

Cara agar generasi muda memiliki pola pikir tersebut dipaparkan oleh praktisi komunikasi Roro Ajeng Sekar Arum dalam pelatihan Leadership Development Beswan Djarum 2021/2022 yang diikuti oleh lebih dari 520 mahasiswa penerima program Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum) Angkatan 2021/2022 dari 90 universitas di Indonesia.

Wanita yang berprofesi sebagai Digital Strategist dan Content Writer ini mengatakan kemampuan berpikir kritis, kreatif serta mampu menghasilkan solusi merupakan bagian dari metode design thinking yang dapat diterapkan generasi muda dalam permasalahan di berbagai bidang.

Dalam materi bertajuk 'Design Thinking in Written Communication' tersebut, Roro mencontohkan saat ini bermunculan berbagai macam bentuk konten yang tidak sehat untuk masyarakat, terlebih kaum muda, yang perlu ditangkal melalui metode design thinking.

Salah satu yang sedang marak adalah konten bernuansa ‘flexing’ atau dapat dipahami sebagai pamer harta dan gaya hidup mewah di media sosial.

“Di era industri 4.0 ini, seseorang dapat dengan mudah bercerita melalui media sosial atau platform lainnya. Namun ini dapat menjadi bumerang, karena informasi tersebut belum tentu benar. Contohnya konten ‘flexing’ yang sedang ramai di kalangan para content creator atau influencer, informasi dari mereka belum tentu benar. Banyak influencer yang tertangkap berbohong saat melakukan ‘flexing.’ Bayangkan bila kita tidak berpikir kritis, kita pasti termakan oleh kebohongan tersebut. Untuk itu, kita harus lebih berhati-hati dan harus selalu kritis dalam menganggapi informasi yang sampai kepada kita,” ujar Roro.

Menurut Roro, dengan kemampuan berpikir kritis, seseorang akan berpikir secara perlahan dan melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang.

Baca juga: Optimalisasi Komunikasi dalam Transformasi Digital Menuju Indonesia Emas 2045

Mereka akan mempertimbangkan data dan fakta sebelum mengambil keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil akan lebih sesuai dengan permasalahan yang ada karena dipikirkan secara matang dan hasilnya pun tidak bias.

Selain berpikir secara kritis, para generasi muda juga diharapkan mampu berpikir secara kreatif dalam menghadapi suatu permasalahan. Dengan berpikir kreatif, seseorang mampu melihat berbagai opsi penyelesaian atas berbagai permasalahan yang ada.

Jika suatu opsi dianggap tidak sesuai dengan permasalahan dan visi yang dimilikinya, orang tersebut akan berusaha mencari inspirasi demi memunculkan ide dan gagasan baru yang lebih tepat.

“Dengan berpikir kreatif berarti kita berusaha melatih diri kita untuk menemukan ide dan gagasan baru serta mengurai ‘overthinking’ akan suatu permasalahan.

Jika kita sudah terbiasa melakukan hal tersebut, lambat laun kita juga akan terbiasa untuk menyelesaikan masalah dengan cara efektif dan efisien.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini