Hal tersebut dikarenakan pada 2015, ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara kepada Annas karena terbukti bersalah.
Lantas di tahun 2018, ia pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Hanya saja, kasasi yang diajukan ditolak dan MA memperberat hukuman Annas menjadi tujuh tahun penjara.
Lalu pada September 2019, Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Annas dengan alasan kemanusiaan.
“Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus sehingga dari kacamata kemanusiaan, itu diberikan (grasi),” ujar Jokowi pada 27 November 2019.
Grasi yang diberikan Jokowi tersebut berdasarkan surat permohonan Annas karena merasa dirinya sudah uzur, sakit-sakitan, renta, dan kondisi kesehatannya mulai menurun.
Selain itu, Annas juga membawa surat keterangan dokter dan dirinya mengaku menderita penyakit PPOK (COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas.
Kontroversi
Annas pun tidak luput dari kontroversi saat menjabat sebagai pejabat publik.
Contohnya adalah ketika dirinya menjabat sebagai Bupati Rokan Hillir, ia diduga melakukan tindakan asusila terhadap pembantunya yang berinisial S.
Dugaan tindakan tersebut pun ditanggapi oleh Annas dengan menyatakan banyak isu yang dibangun di tengah masyarakat tentang dirinya, antara lain isu dugaan korupsi, perselingkuhan, dan terlibat G-30S PKI.
Kemudian Juli 2014, ia juga pernah dilaporkan oleh mantan istri Ketua DPRD Dumai atas dugaa pelecehan seksual.
Di tahun yang sama, Annas pun kembali dilaporkan dengan tudingan yang sama.
Pelaporan dari tudingan tersebut adalah mantan Anggota DPD, Soemardhi Thaher.