Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sultan Pontianak, Syarif Machmud Melvin Alkadrie, mangkir dari pemanggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sedianya Syarif diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur dengan tersangka Bupati nonaktif PPU Abdul Gafur Mas'ud (AGM) dkk.
Namun, Syarif tak hadir ke Kantor Mako Brimob Polda Kaltim di Balikpapan, Kamis (31/3/2022) kemarin.
"Syarif Machmud Melvin Alkadrie (Sultan Pontianak), tidak hadir dan tanpa konfirmasi pada tim penyidik," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (1/4/2022).
Ali mengatakan tim penyidik akan segera mengirimkan surat panggilan kedua kepada Syarif.
"KPK mengimbau untuk kooperatif hadir pada jadwal yang ditentukan berikutnya," tegasnya.
KPK menetapkan Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Baca juga: Jaksa KPK Dakwa Dirut Borneo Putra Mandiri Suap Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Rp 2 Miliar
Selain itu, KPK juga menjerat Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman, dan pihak swasta Achmad Zuhdi alias Yudi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada 2021 Kabupaten Penajam Paser Utara mengagendakan beberapa proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara.
Nilai kontraknya yang berkisar Rp 112 miliar digunakan untuk proyek multiyears, yaitu peningkatan Jalan Sotek-Bukit Subur bernilai kontrak Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan bernilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Atas adanya beberapa proyek tersebut, tersangka Abdul Gafur diduga memerintahkan tersangka Mulyadi, tersangka Edi, dan tersangka Jusman untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di Kabupaten Penajam Paser Utara.
Selain itu, tersangka Abdul Gafur diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan, antara lain perizinan untuk hak guna usaha (HGU) lahan sawit di Kabupaten Penajam Paser Utara dan perizinan bleach plant (pemecah batu) Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara.
KPK menduga tersangka Mulyadi, tersangka Edi, dan tersangka Jusman adalah orang pilihan dan kepercayaan tersangka Abdul Gafur untuk dijadikan sebagai representasi dalam menerima maupun mengelola sejumlah uang dari berbagai proyek. Selanjutnya, uang itu digunakan untuk keperluan tersangka Abdul Gafur.
Tersangka Abdul Gafur bersama tersangka Nur Afifah diduga menerima, menyimpan, dan mengelola uang yang diterimanya dari para rekanan di dalam rekening bank milik tersangka Nur Afifah yang dipergunakan untuk keperluan tersangka Abdul Gafur.
Selain itu, KPK menduga tersangka Abdul Gafur telah menerima uang tunai sejumlah Rp1 miliar dari tersangka Achmad Zuhdi yang mengerjakan proyek jalan bernilai kontrak Rp64 miliar di Kabupaten Penajam Paser Utara.