News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KemenPPPA Kawal Kasasi Putusan Bebas Terdakwa Pelecehan Seksual UNRI

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pelecehan seksual.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengawal penyusunan permohonan Kasasi atas putusan bebas terdakwa kasus pelecehan seksual UNRI.

Langkah ini dilakukan untuk memberikan keadilan dan pemenuhan hak kepada korban.

"Ketimpangan di Indonesia masih terjadi, khususnya terkait isu perempuan dan anak. Salah satunya adalah kasus kekerasan seksual yang masih subur di ruang publik termasuk di lingkungan perguruan tinggi yang memprihatinkan. Kekerasan di perguruan tinggi kerap terjadi dan tidak tertangani dengan semestinya," ujar Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan, Margareth Robin Korwa melalui keterangan tertulis, Minggu (17/4/2022)

Rapat Koordinasi Terbatas telah dilaksanakan oleh KemenPPPA dengan melibatkan pihak APH yakni Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial, saksi ahli dan pendamping korban.

Baca juga: KemenPPPA: Kesenjangan Gender Masih Jadi Permasalahan Internasional

Margareth mengatakan dalam konteks kasus pelecehan seksual di UNRI, hakim melakukan diskriminasi terhadap saksi korban kekerasan seksual berinisial L.

Padahal, menurut Margareth sudah sepatutnya saksi korban diberikan perlindungan sebagaimana mestinya.

Selain itu, relasi hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak setara juga patut dipertimbangkan oleh hakim dalam memutus perkara.

"Hal ini masih menjadi perjalanan panjang bagi kita untuk mendorong agar hakim-hakim dalam memutus perkara itu memakai perspektif yang jernih terhadap ketidakadilan yang dialami perempuan," ucap Margareth.

Dirinya mengatakan dalam memutuskan perkara hakim dinilai masih gagap gender. Hal ini menjadi faktor yang harus diperhatikan dalam menangani kasus kekerasan seksual ke depan.

"Banyak hakim yang masih kurang memahami atau mengenali perspektif gender, mereka memutus perkara hanya berdasarkan undang-undang, namun tidak menggunakan rasa keadilan sebagai landasan filosofis di dalam memutuskan perkara," jelas Margareth.

Baca juga: KemenPPPA Desak Pelaku Kekerasan Seksual Anak di Duren Sawit Dijerat Pasal Berlapis

"Perspektif gender sangat penting, khususnya dalam situasi meningkatkannya pelaporan terhadap kasus kekerasan seksual dan telah disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” tambah Margareth.

Margareth juga mengutarakan terkait dengan kekurangan alat bukti saksi dalam kasus UNRI.

Sudah sepatutnya majelis hakim menggunakan tafsir dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa saksi tidak harus melihat, mendengar dan mengalami tindak pidana.

Mengingat dalam kasus pencabulan dan persetubuhan hampir mustahil ada saksi yang melihat dan mendengar peristiwa pidana kecuali saksi korban.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini