"Hak tolak ini penting agar wartawan tidak diperalat untuk menjerat seseorang. Penyidik tidak perlu meminta keterangan, selain hal-hal yang sudah disiarkan," ucapnya.
Tak hanya itu, Teddy juga menyatakan kalau jurnalis tidak boleh memberikan keterangan untuk menjerat pihak manapun.
Hal itu diterapkan agar kehadiran jurnalis dapat tetap diterima oleh publik dan siapapun guna menjaga kepercayaan narasumber.
“Mengungkap siapa sumber informasi mereka, hanya akan mengurangi kepercayaan narasumber kepada jurnalis,” tuturnya.
AJI juga mengingatkan terkait Peraturan Dewan Pers Nomor 05/Peraturan-DP/IV/2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan, dan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri tentang Koordinasi dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers.
Kronologi Kasus
Pada 21 Maret 2022, seorang pekerja subkontraktor di Kilang Minyak Balikpapan melaporkan kasus pemukulan yang menimpanya ke Polres setempat.
Bersama seorang rekannya, ia mengaku menjadi korban pemukulan di megaproyek pembangunan Kilang tersebut. Pelakunya seorang pekerja asal Korea Selatan.
Sehari berselang, perusahaan subkontraktor tersebut membuat pernyataan pers yang menyatakan persoalan sudah berakhir damai.
Namun, berselang enam hari kemudian, salah seorang pegawai dan kuasa hukum subkontraktor menggelar konferensi pers yang mengklarifikasi adanya insiden pemukulan seperti dilaporkan pelapor.
WNA Korea yang menjadi terlapor kemudian dipulangkan ke negaranya, sementara perusahaan subkontraktor tersebut memecat pelapor.
Selesai pemecatan, pihak perusahaan melaporkan pelapor ke Polda Kaltim atas tuduhan penyebaran berita bohong, seperti yang ditayangkan sejumlah media lokal Kaltim maupun nasional.
"Polda Kaltim kemudian memanggil jurnalis Kompas.com, IDN Times dan Prokal.co untuk meminta rekaman wawancara pekerja yang melaporkan kasus pemukulan ke Polresta Balikpapan," kata Teddy.