TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sanksi bukan pemecatan terhadap Raden Brotoseno di lingkungan Polri belakangan memantik polemik.
Sanksi tersebut tak seperti yang dilakukan Kejaksaan Agung, dengan memecat Pinangki Sirna Malasari.
Keduanya merupakan terpidana kasus korupsi.
Analis Politik Tamil Selvan mengatakan, korupsi masuk dalam ranah kasus hukum luar biasa. Karenanya, penanganan yang diberikan juga bersifat khusus.
Atas dasar itu, ia mangapresiasi sikap Kejaksaan Agung yang memberhentikan dengan tidak hormat Pinangki Malasari.
"Kejaksaan sudah menerapkan standar etika, moralitas, dan ketaatan hukum dengan baik di internal,” katanya kepada wartawan, Jumat (3/6/2022).
Menurut Tamil, pemecatan anggota penegak hukum yang terlibat kasus korupsi merupakan suatu keharusan. Ini karena praktik rasuah masuk dalam kejahatan luar biasa.
"Ini bukan lagi ketegasan, pemecatan itu suatu keharusan dalam konteks korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa,” ujarnya.
Karena itu, dengan kasus kembali aktifnya Brotoseno di lingkungan Polri, Tamil mempertanyakan apakah Polri masih memandang korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa.
Baca juga: Polri Didesak Jelaskan Prestasi Brotoseno yang Menjadi Alasan Tak Dipecat Setelah Terlibat Korupsi
“Dengan kembali dinasnya Raden Brotoseno, pertanyaannya apakah Polri masih memandang korupsi sebagai kejahatan luar biasa,” ucap Ketua Forum Politik Indonesia itu.
Tamil mengungkapkan, keputusan Polri dengan tidak memecat brotoseno memantik pertanyaan publik. Masyarakat, sambungnya, akan mempertanyakan alasan tidak diberhentikannya Brotoseno.
“Kalau dari sisi politik, tentu publik akan bertanya, ada sebab apa Polri sebagai institusi mempertaruhkan reputasinya dengan memosisikan kembali petugas yang pernah terpapar korupsi,” ujar Tamil.
Kepastian Kejaksaan Agung telah memecat Pinangki sebelumnya dipastikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Ketut Sumedana.
Menurut Ketut, Pinangki telah diberhentikan secara tidak hormat, baik sebagai jaksa atau pegawai negeri sipil (PNS).
“Pemberhentian tidak hormat dilakukan sejak Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 185 Tahun 2021 Tanggal 6 Agustus 2021 dikeluarkan,” ujar Ketut.