TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menegaskan, bahwa Ketua Umum Prabowo Subianto akan maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.
Hal ini ditegaskan Muzani guna menepis spekulasi tentang kemungkinan Prabowo hanya menjadi king maker pada kontestasi pilpres mendatang.
Muzani juga menilai, bahwa pihak-pihak yang menyebut Prabowo sebagai king maker merupakan anggapan yang keliru.
"Anggapan yang mengatakan bahwa Pak Prabowo dalam pilpres 2024 memilih menjadi king maker dan kemungkinan tidak akan maju adalah anggapan yang keliru, karena beliau adalah calon Presiden Republik Indonesia dalam pilpres 2024 yang akan maju dan diusung oleh partai Gerindra," kata Muzani, Sabtu (4/6/2022).
Itu sebabnya, Muzani meminta kepada seluruh kader Partai Gerindra untuk menyiapkan diri serta merapatkan barisan guna memenangkan Prabowo pada Pilpres 2024.
"Tetap semboyan kita Prabowo Presiden, Gerindra menang," jelas Wakil Ketua MPR itu.
Lebih lanjut, terkait dengan rencana deklarasi, Muzani mengatakan saat ini Gerindra sedang mencari waktu dan lokasi yang tepat.
Baca juga: Selain Nama Ganjar, Pengamat Juga Mencermati Kedekatan Jokowi dan Moeldoko Terkait Pilpres 2024
Tentunya, untuk secara resmi mendeklarasikan pencalonan Prabowo Subianto untuk Pilpres 2024.
"Kami sedang mencari waktu yang tepat, tempat yang pas untuk kapan Prabowo Subianto kita deklarasikan sebagai calon presiden yang diusung oleh Partai Gerindra, dalam bulan-bulan ke depan kami akan segera mendeklarasikan," tegas Muzani.
Ia juga telah memberikan instruksikan kepada seluruh kader Gerindra di desa-desa, di kelurahan, kecamatan, kabupaten, dan provinsi untuk menyiapkan pemenangan bagi Prabowo.
"Serta seluruh anggota DPRD Gerindra tingkat 1 dan 2, dan DPR RI untuk bersiap-siap memenangkan Prabowo Subianto sebagai presiden tahun 2024," tutup Ketua Fraksi Gerindra DPR RI itu.
Merespons hal itu, Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, justru peryataan Ahmad Muzani secara tak langsung membantah pernyataan Prabowo.
Pasalnya, kata Adi, secara terang benderang Prabowo menegaskan capres tak harus dirinya jika ada yang lebih berpengalaman.
"Itu artinya, Prabowo memang harga mati maju bagi kadernya, sementara Prabowo sendiri masih mungkin membuka opsi lain," kata Adi Prayitno kepada tribun network.
Adi menambahkan, dugaan Prabowo jadi king maker itu disasarkan pada dua hal.
Pertama, soal pernyataan Prabowo sendiri yang menyebut capres tidak harus dirinya.
"Kedua, momen pertemuan Prabowo-Surya Paloh, dimana publik menduga Ketua NasDem itu menyodorkan duet Ganjar-Anies di Pemilu 2024," terang Adi.
Pendukung Jokowi ke Prabowo
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mencatat dalam kurun satu tahun terakhir, tren dukungan pemilih Jokowi pada Pilpres 2019 cenderung ke Ganjar Pranowo.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, dukungan kepada Ganjar justru menurun dan Prabowo Subianto mulai naik.
Baca juga: Surya Paloh Sebut Erick Thohir The Rising Star, Pengamat: Sinyal Dukungan NasDem di Pilpres 2024
Pendiri SMRC Saiful Mujani memahami peta dukungan pemilih Jokowi-Ma’ruf Amin penting bagi siapa pun yang akan bertarung di Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
"Pada Pilpers 2019, jumlah mereka banyak, 55 koma sekian persen. Sementara kita semua tahu Pak Jokowi tidak bisa maju lagi. Jadi pertanyaannya, suara pemilih tersebut akan ke mana?” ujar Saiful dalam kanal Youtube SMRC TV.
Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta ini menambahkan, memahami perilaku pemilih Jokowi-Ma’ruf Amin tidak bisa hanya didasarkan keputusan partai.
"Mungkin ada yang berasumsi seperti itu. Jokowi memang PDIP. Mungkin suara pemilihnya akan mengikuti suara PDIP. Itu asumsi kalau partai politik penting dalam pilpres," tambah Saiful.
Akan tetapi, Saiful mengatakan persentase kekuatan PDIP sekitar 20 persen lebih dari total pemilih nasional.
"Untuk meraih 50 persen plus, butuh dukungan partai lain dan pemilih Jokowi di 2019 kan bukan hanya dari PDIP. Ada dari Nasdem, Golkar, dan lain-lain Artinya apa? Artinya aspek-aspek dari partai lain juga perlu dihitung, kalau bicara soal partai," kata Saiful.
Saiful menegaskan, dalam diskusi dan literatur politik selama pemilihan presiden, peran tokoh sangat penting di tengah lemahnya hubungan pemilih dengan partai politik di Indonesia.
Dari survei-survei nasional tatap muka yang dilakukan SMRC selama setahun terakhir, Saiful menemukan bahwa mereka yang memilih Jokowi di Pilpres 2019, trennya cenderung memilih Ganjar, meskipun banyak juga yang bergeser ke Prabowo dan Anies Baswedan.
Dari Mei 2021 hingga Maret 2022, selama empat kali survei, Ganjar merebut paling banyak pemilih Jokowi.
Dari 32,8 persen di Mei 2021, sempat melonjak 40,6 persen di Desember 2021, dan terakhir 36,9 persen di Maret 2022.
Nama Prabowo meraih 24,6 persen di Mei 2021, turun 22,4 di Desember 2021, dan naik lagi menjadi 26,3 persen di Maret 2022.
Sementara Anies meraih 23,8 di Mei 2021, dan 20,8 persen di Maret 2022.
"Jadi trennya, Ganjar selalu unggul. Kedua Prabowo, sementara Anies cenderung statis. Sekarang peperangan terjadi antara Prabowo dengan Ganjar. Antara Desember-Maret, Prabowo naik 4 persen dan Ganjar turun 4 persen," kata dia.
Baca juga: Survei Litbang Kompas Sebut Publik Nilai Positif Prabowo, Berikut Analisa Pengamat
Preferensi pemilih Jokowi yang cenderung memilih Ganjar menurut Saiful sebagai sesuatu yang wajar.
"Walaupun Ganjar belum dikenal luas. Tapi basis Ganjar ini sama dengan Jokowi. Keduanya kuat di Jawa Tengah. Ganjar sekarang Gubernur Jawa Tengah," jelasnya.
Lalu, soal Prabowo mendapatkan limpahan suara lebih banyak daripada Anies, Saiful menjelaskan karena ini terkait dengan hubungan kedua tokoh dengan Jokowi.
"Meskipun tadinya lawan di Pilpres, Prabowo belakangan bergabung di kabinet dengan Pak Jokowi. Sementara Anies tadinya di kubu Pak Jokowi, sempat diberhentikan oleh Jokowi dari posisi Menteri. Kemudian Anies belakangan membelot. Maju jadi gubernur dan didukung partai-partai yang bukan pendukung Jokowi. Jadi publik menilai hubungan Jokowi dengan Anies tidak baik," tandasnya. (tribun network/yuda)