TRIBUNNEWS.COM - Tempat bekerja sudah seharusnya memberikan rasa nyaman dan aman.
Namun, belum lama ini aksi penganiayaan justru terjadi di lingkungan kerja.
Yakni insiden pemukulan yang menimpa seorang pegawai pajak berinisial DH (39).
Ia dipukuli oleh oleh atasannya berinisial MAZ di Kantor Pelayanan Pajak Kota Bekasi, Jawa Barat.
Pemicu pemukulan tersebut pelaku tidak puas dan mempermasalahkan hasil kerja korban.
Lantas apa langkah yang tepat jika kita menjadi korban kekerasan di tempat kerja?
Advokat sekaligus Ketua PBH Peradi Sukoharjo, Muhammad Kurniawan, memberi penjelasan terkait hal itu.
Perundingan Bipartit
Jika mengalami kekerasan verbal atau fisik sejauh tak sampai ada cedera, langkah awal yang bisa dilakukan yakni upaya perundingan bipartit.
Yaitu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Adapun musyawarah bisa dilakukan dengan disertai laporan secara administratif kepada atasan.
"Dilihat dulu itu sakitnya berat atau tidak, jika tidak berat ya menurut saya yang terbaik adalah musyawarah,"
"Ataupun dilaporkan secara administratif, dilaporkan ke atasannya, jadi diselesaikan secara musyawarh secara administratif," kata Kurniawan dalam program Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (13/6/2022).
Mita Pendampingan dan Lapor ke Kepolisian
Namun, jika ditemui akibat yang menyertai dari kekerasan, seperti adanya luka berat dan cacat, maka bisa ditindak secara hukum.
Korban bisa meminta pendampingan dan membuat aduan ke pihak kepolisian.
Adapun nantinya korban harus menyertakan laporan tertulis yang dikeluarkan oleh dokter berdasarkan pemeriksaan terhadap korban kekerasan.
"Tetapi kalau lukanya berat dan menimbulkan korbannya masuk rumah sakit maka ya dilaporkan tindak pidana yang artinya diadukan ke kepolisian,"
"kemudian rumah sakit memberikan visum kemudian baru dikategorikan kekerasan ringan atau berat, maka bisa lanjut secara pidana," terangnya.
Jerat Pidana
Bila seseorang mengalami pukulan dengan disertai cedera yang menyebabkan halangan bekerja pada dasarnya merupakan tindak pidana penindasan.
Penindasan dan intimidasi diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Yakni dengan acaman penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda terbanyak empat ribu lima ratus rupiah.
Bila tindakan menyebabkan beberapa luka berat, yang bersalah di jatuhi hukuman dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Bila menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, pelaku akan di jatahi hukum dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Baca juga: Pegawai Pajak Diduga Dipukul Atasan Hingga Jatuh di Bekasi
Baca juga: Beda Kronologi Iko Uwais dan Rudi soal Kasus Dugaan Penganiayaan, Kini Saling Lapor ke Polisi
Jika pemukulan tidak menyebabkan sakit atau halangan bekerja hal tersebut termasuk kedalam tindakan penganiyaan ringan.
Tindakan penganiayaan dikelompokkan sebagai penganiyaan ringan yang diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP.
Maka diancam dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda terbanyak empat ribu lima ratus rupiah.
Namun jika dilakukan oleh orang yang dikenal, seperti atasan, maka pidana bisa ditambahkan sepertiga untuk orang yang melakukan kejahatan tersebut.
“Terkecuali yang itu dalam pasal 353 dan 356, karena itu penindasan yang tidak memunculkan penyakit atau rintangan untuk jalankan tugas kedudukan atau penelusuran, diintimidasi, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda terbanyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana bisa ditambahkan sepertiga untuk orang yang melakukan kejahatan tersebut pada orang yang bekerja kepadanya, atau jadi bawahannya.” Bunyi Pasal 352 KUHP.
(Tribunnews.com/Milani Resti)