Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pansus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta pemerintah memisahkan kasus BLBI yang saat ini ditangani Satgas BLBI dan Obligasi Rekap yang sampai saat ini justru tidak pernah dijelaskan pemerintah kepada publik.
Pansus BLBI DPD RI bahkan mendesak pemerintah untuk segera tidak menganggarkan lagi subsidi bunga rekap ex BLBI mulai RAPBN 2023.
“Pisahkan BLBI dan Obligasi rekap dan segera moratorium atau setop dulu pembayaran subsidi bunga Obligasi Rekap Ex BLBI mulai tahun depan. Kondisi dunia sedang krisis, kita krisis berat karena pandemi, pemerintah musti dulukan kepentingan rakyat,” kata Ketua Pansus BLBI DPD RI, Bustami Zainuddin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pansus BLBI DPD RI, Jumat (17/6/2022).
Baca juga: Pansus BLBI DPD RI Ragukan Kinerja Satgas BLBI, Ini Alasannya
Turut hadir dalam RDP ini, anggota Pansus BLBI DPD RI berturut-turut; Amirul Tamim, Abdul Hakim, Darmansyah Husein, Sukiryanto, Ajbar, Ibnu Kholil, dan Habib Bahasyim serta Staf Ahli Pansus BLBI, Hardjuno Wiwoho.
Seperti diketahui, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021.
Dalam Pasal 3 disebutkan tujuan pembentukan Satgas BLBI adalah untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien.
Upaya tersebut bisa berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.
Berangkat dari adanya Keppres tersebut, DPD RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) BLBI sebagai bentuk tindak lanjut dan concern DPD RI terhadap penuntasan kasus BLBI.
“Nah, dari penelusuran Pansus BLBI DPD RI terhadap kasus skandal keuangan yang bisa diduga menjadi skandal terbesar di Indonesia ini, Pansus meminta pemerintah menjelaskan beberapa hal kepada publi,” ujar Bustami Zainuddin.
Karena itu, Bustami meminta pemerintah memisahkan kasus BLBI dan obligasi rekap BLBI.
Sebab, keduanya beda instrumen dan beda secara hukum. BLBI, menurutnya hanya merupakan salah satu bagian dari obligasi-obligasi yang dikeluarkan pemerintah untuk merekap perbankan. Instrumen ini diberikan untuk membantu bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas karena adanya penarikan uang secara besar-besaran (rush).
“Satgas BLBI mengatakan, para obligor masih berutang ratusan triliun. Lalu bagaimana dengan obligasi rekap, yang mana sampai sekarang bunganya dibayar pemerintah setiap tahun diduga sampai Rp 50-70 triliun setahun. Transparansinya yang kita minta. Belum termasuk obligasi rekap pokok itu Rp 400an triliun,” tegasnya.
Bustami mengatakan, dalam UU Keuangan Negara setiap pengeluaran pemerintah, satu sen pun, mesti dijelaskan kepada pubik. Sebab, obligasi rekap yang ditanggung negara sebagai siasat keuangan agar keuangan bank demi mencukupi rasio secara akuntansi, sampai sekarang, bunganya wajib dibayar pemerintah.
“Jadi obligasi rekap itu siasat keuangan atas saran dari IMF, seolah-olah pemerintah berutang kepada bank. Nah sekarang bank-bank yang diberi rekap itu kan sudah mapan, ya semestinya dibuka saja semua. Ini bagaimana urusannya kok uang rakyat untuk ngasih-ngasih bank yang sudah kaya raya,” papar Bustami.