News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wawancara Eksklusif

Tak Suka Istilah Pesta Demokrasi Pemilu 2024, Ketua KPU: Kalau Pesta Kayak Hura-Hura

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Srihandriatmo Malau
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEW.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asyari tak terlalu suka menggunakan istilah atau sebutan pesta demokrasi untuk hajatan Pemilihan umum (Pemilu).

KPU pusat memang telah memulai tahapan Pemilu dan Pilpres 2024 sejak 14 Juni lalu.

Pesta, kata Ketua KPU asal Jawa Tengah ini menjelaskan, lebih identik dengan hura-hura.

Hal itu disampaikan Ketua KPU Pusat Hasyim Ashari dalam wawancara eksklusif dengan News Vice Director Tribun Network Domu D Ambarita, di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2022).

Baca juga: Ketua KPU Ungkap Strategi Antisipasi Jatuhnya Korban Jiwa Seperti Pemilu Sebelumnya

"Kalau saya ya kok tidak terlalu suka menggunakan istilah pesta demokrasi," ungkap Hasyim.

"Kalau pesta itu kan kayanya hura-hura," lanjutnya.

Berikut wawancara lengkap Hasyim bersama Vice News Director Tribun Network/Editor In Chief Warta Kota, Domu D. Ambarita, di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Rabu (15/6) kemarin.

Resmi dimulainya tahapan Pemilu 2024, apa sih yang dilakukan tadi malam?

Peresmian dimulainya tahapan pemilu 2024. Pemilu itu harus dimulai tahapannya 20 bulan terhitung dari hari pemungutan suara. 

Nah kalau hari pemungutan suara itu pada tanggal 14 Februari 2024, kalau dihitung mundur, tarik mundur itu jatuhnya pada 14 Juni 2022.

Maka kemarin itu simbolis bahwa 14 Juni 2022 itu dimulainya tahapan pemilu.

Ini penting kita sampaikan kepada publik bahwa kesannya Pemilu 2024 itu ya pemilunya di tahun 2024 saja.

Kegiatannya hanya di tahun 2024. Padahal kan dimulai lebih awal, dua tahun sebelumnya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (15/6/2022). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Kesulitan pesta demokrasi serentak?

Saya tidak terlalu suka menggunakan istilah pesta demokrasi.

Kalau menurut saya, pemilu itu ya kerja kerja demokrasi.

Kalau pesta itu kan kayanya hura-hura.

Kalau kerja demokrasi berarti membangun sebuah demokrasi yang solid atau dalam rangka konsolidasi demokrasi itu.

Kita butuh kerja kerja keras. Dan juga perlu kerja sama, semua pihak aktor aktor di masyarakat, baik itu pribadi pribadi, civil society, maupun partai politik.

Itu justru punya kesempatan untuk kerja bersama kerja keras untuk membangun atau mengembangkan demokrasi.

Jadi di tahun 2022 ini sebetulnya sudah ada kegiatan kegiatan untuk kepemiluan. Antara lain strategi setelah pendaftaran partai politik sebagai peserta pemilu tahun 2024.

Ini yang dilakukan tahun 2022 ini, karena undang-undang menentukan bahwa 18 bulan sebelum hari pemungutan suara, maka itu adalah waktu paling lambat untuk  kegiatan pendaftaran partai politik.

Nah itu jatuhnya kan Agustus 2022, kemudian di Undang-undang Pemilu diatur juga penetapan parpol peserta pemilu paling lambat 14 bulan sebelum hari pemungutan suara.

Jatuhnya itu pada 14 Desember tahun 2022. Nanti pada akhir 2022, tepatnya pada 14 Desember 2022, kita bersama-sama sudah bisa mengetahui siapa parpol peserta pemilu 2024.

Itu saya kira penting untuk diketahui.

Nah, untuk ke situ kan membutuhkan, pemilu ini pada dasarnya kan partisipasi. Indikator demokrasi itu dua; partisipasi, dan kontestasi.

Oleh karena itu, keberadaan partai yang ada menjadi simbol adanya kompetisi.

Kemudian kalau yang kedua, partisipasi yaitu keterlibatan masyarakat untuk berbagai macam kegiatan.

Ada yang menjadi bagian penyelenggara pemilu, karena penyelenggaraan pemilu kan open recruitment terbuka.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari (kiri) berbincang dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network, Domu Ambarita saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (15/6/2022). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Ada yang menjadi anggota parpol, pengurus partai politik. Ada yang jadi caleg.

Bisa warga negara kita itu berpartisipasi melalui jalur itu, calon DPD, calon kepala daerah, dan seterusnya.

Kemudian, bisa juga ada warga negara kita yang tidak menggunakan jalur menjadi penyelenggara pemilu atau peserta pemilu atau calon. Tapi pengin jadi pemilih biasa.

Pemilih biasa pun kita harapkan aktif. Berpartisipasi secara aktif misalkan dengan cara memastikan apakah nama nama-nama kita sudah ada di daftar pemilu.

Untuk memastikan dapat menggunakan hak pilih itu kan berdasarkan daftar pemilu.

Kalau namanya belum ada, ya harus aktif melapor ke petugas kami di tingkat desa atau kelurahan atau kecamatan atau lapor ke kantor KPU di kabupaten.(bersambung) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini