"Masyarakat yang datang ke pasar belum tentu bawa KTP, belum tentu membawa gawai, lalu PeduliLindungi harus ada internetnya, kalau tidak ada internet tidak bisa beli minyak goreng," ujar Reynaldi dalam keterangannya, Senin (27/6/2022).
Reynaldi berujar, bahwa Ikappi mendorong pemerintah mengkaji kembali kebijakan wajib menunjukkan PeduliLindungi bagi pembeli minyak goreng curah.
"Sosialisasikan dulu yang masif. Edukasi dulu seluruh masyarakat secara masif di pasar tradisional baru diterapkan kebijakannya," tutur Reynaldi.
Masalah lainnya, ketika server PeduliLindungi mengalami down hingga internet yang bermasalah akan turut mengganggu transaksi minyak goreng curah wajib menunjukkan PeduliLindungi.
"Harusnya tidak begitu. Minyak goreng atau bahan pokok ini menjadi hak masyarakat kita mendapatkan tapi kalau dipersulit dengan cara-cara harus melakukan scan barcode ini menambah persoalan baru," tutur Reynaldi.
Pedagang Warteg: Rakyat Kecil Dipersulit
Para pedagang Warung Tegal (Warteg) merasa kebijakan beli minyak goreng curah pakai aplikasi PeduliLindungi atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) menyulitkan.
Pemerintah memberikan syarat pembelian minyak goreng curah seharga Rp 14 ribu per liter atau Rp 15.500 per kilogram dengan menunjukkan aplikasi PeduliLindungi atau nomor induk kependudukan (NIK).
"Kami merasakan semakin ribet untuk membeli minyak goreng dengan persyaratan yang menjadi kebijakan pemerintah," ujar Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni saat dihubungi Senin (27/6/2022).
Mukroni menerangkan, kebijakan tersebut membuat ribet para pedagang Warteg.
Ia mempertanyakan, kenapa regulasi tersebut hanya diterapkan terhadap minyak goreng curah saja. Padahal, lanjut dia, barang lain yang disubsidi tidak harus menggunakan Peduli Lindungi.
"Apakah di negara lain juga menerapkan kebijakan seperti ini. Kenapa kebijakan ini dikenakan untuk minyak goreng aja, sementara barang lain juga ada subsidinya yaitu solar dan lainnya, apa karena yang membeli rakyat kecil sehingga dipersulit," kata Mukroni.(*)