"Skema perdamaian itu diputuskan pengadilan negeri Jakarta Pusat bulan September 2020. Hasilnya pengurus pusat harus mencicil sesuai skema perdamaian setiap 6 bulan sekali. 4 persen dari total investasi sampai 2025," ungkap dia.
Namun sayang, kata Melvin, Indosurya lagi-lagi tak memenuhi keputusan pengadilan. Mereka tidak membayarkan skema perdamaian yang telah diputus pada September 2020 lalu.
"Kerugian Rp521 juta sampai sekarang itu belum mendapatkan pembayaran. 6 bulan setelah dijanjikan tapi belum ada," ungkap dia.
Oleh sebab itu, Melvin menuntut Polri dan Kejaksaan RI membantu pengembalian seluruh uang nasabah yang menjadi korban.
Apalagi, dia mengaku prihatin para Bos Indosurya justru dibebaskan dari tahanan.
"Tidak ada demo demo kalau KSP itu konsekuen pembayaran sesuai skema perdamaian dengan alasan yang dibuat buat. Padahal itu sudah berkekuatan hukum tetap tapi tidak direalisasikan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Henry Surya, Bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang juga tersangka investasi bodong dikabarkan bebas dari Rutan Bareskrim Polri pada Jumat (24/6/2022) malam.
Kabar itu dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan. Menurutnya, Henry Surya dibebaskan karena masa penahanannya habis selama 120 hari.
"Iya (Henry Surya bebas), masa tahannya habis selama 120 hari," kata Whisnu saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Sabtu (25/6/2022).
Whisnu menyatakan bahwa bebasnya Henry Surya lantaran berkas perkaranya terkait kasus investasi bodong masih belum rampung. Berkas tersebut masih tengah diteliti oleh pihak Kejaksaan RI.
"Berkas perkaranya belum dibalikan dari jaksa ke Polri," jelasnya.
Lebih lanjut, Whisnu menambahkan bahwa Polri masih menunggu berkas perkara Henry Surya diteliti oleh pihak Kejaksaan. Dia bilang, kendala penanganan berkas perkara bukan ada di Polri.
"Tunggu dari jaksa, penyidik Polri tidak ada kendala, mungkin kendalanya ada di Jaksa," pungkasnya.
Pembelaan Kejagung