Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut adanya dugaan aliran dana dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke kelompok teroris Al-Qaeda.
Kepala PPATK Ivan Yustiavanda menjelaskan pihaknya terus mendalami terkait dugaan aliran dana tersebut.
Dari penyelidikan sementara ada transaksi yang diduga mengalir ke salah satu anggota Al-Qaeda yang pernah ditangkap pihak kepolisian di Turki.
Baca juga: PPATK Ungkap Cara ACT Kelola Dana dari Umat, Ditampung Dulu di Rekening Perusahaan Milik Pendiri
Hal itu disampaikan Ivan saat konferensi pers di Gedung PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
"Beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang masih diduga, patut diduga terindikasi pihak, yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda," kata Ivan Yustiavanda.
Meski demikian, Ivan mengatakan pihaknya perlu mendalami lebih detail soal dugaan aliran dana tersebut.
Dia juga tak menutup kemungkinan untuk menggandeng pihak lain dalam melakukan penelurusan itu.
Sehingga, akan terbukti bahwa adanya dugaan aliran dana tersebut atau hanya sebuah kebetulan.
"Ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan," terangnya.
Blokir 60 Rekening ACT
Ivan mengatakan PPATK telah melakukan analisis terhadap lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) sejak tahun 2018, lalu.
Dia menyebut PPATK telah melakukan analisis penghimpunan dana publik yang dilakukan oleh ACT melalui penelusuran transaksi keuangan lembaga tersebut.
Dimana, perputaran dana yang masuk melalui ACT tersebut mencapai Rp1 triliun per tahunnya.
Lebih jauh, Ivan menemukan sebuah kasus yang melibatkan salah satu pihak perusahaan yang melakukan transaksi dengan yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.
Dan ternyata pemilik perusahaan tersebut juga adalah salah satu pendiri lembaga tersebut.
"Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," terangnya.
Atas temuannya itu, Ivan langsung mengambil langkah dengan melakukan pembekuan atas 60 rekening yang berafiliasi dengan Yayasan ACT mulai hari ini.
"Kami putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan," tegas Ivan.
Selain itu, pihaknya menyebut bahwa Yayasan ACT melakukan transaksi dengan lembaga luar negeri atau entitas asing.
Dimana angka tersebut terbilang fantastis.
Berdasarkan data yang ada, PPATK temukan lebih dari 2.000 kali transaksi yang dilakukan ACT dengan pihak-pihak asing di luar negeri.
Bahkan, nominalnya mencapai Rp 64 miliar.
"Kegiatan entitas yayasan ini juga bertransaksi dengan 10 negara yang paling besar menerima dan mengirim ke yayasan tersebut berdasarkan laporan 2014-2022," kata Ivan.
Kemensos Cabut Izin ACT
Mulai hari ini, Kementerian Sosial mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT Tahun 2022.
Hal ini lantaran dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan.
Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy pada Selasa (5/7/2022).
PPATK mengungkap Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga memakai uang donasi untuk kepentingan bisnis perusahaan yang terafiliasi milik pempinananya.
“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,'' kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi melalui keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022).
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi "Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan".
Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
Baca juga: 2 Petinggi ACT Pernah Terlibat Kasus Dugaan Penipuan Tahun 2021, Status Masih dalam Penyelidikan
Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen . Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul.
"Pemerintah responsif terhadap hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali," kata Muhadjir.
Pada Selasa (5/7) Kementerian Sosial telah mengundang pengurus Yayasan ACT yang dihadiri oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dan pengurus yayasan untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat.