Saat ini, memang ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).
Sehingga, membutukan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.
"Jika aktifitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Anti Teror Polri," ucapnya.
Sementara, jika tidak terbukti, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya.
Karena itulah, kata Nur Wahid, belajar dari kasus ACT ini, BNPT menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk menyalurkan donasi, infak, dan sedekah kepada lembaga yang resmi dan kredibel serta direkomendiasikan pemerintah.
Baca juga: Menko Polhukam Mahfud MD Mengaku Pernah Ditodong ACT: Saya Baru Selesai Beri Khutbah Jumat
Termasuk dalam penggalangan dana kemanusiaan untuk luar negeri.
"Masyarakat juga mesti hati-hati dengan menyalurkan pada lembaga resmi atau melalui kementerian luar negeri agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pendanaan terorisme," katanya.
Dia juga menambahkan, perlu diingat dalam konstruksi hukum untuk menentukan individu dan lembaga bisa dikenakan pasal tindak pidana jika memenuhi salah satu dari lima indikator.
Pertama, pelaku langsung. Kedua, yang menyuruh melakukan. Ketiga, ikut serta melakukan.
Keempat membantu untuk melakukan, dan kelima mendanai.
"Karena itulah, imbauan kehati-hatian juga berlaku kepada perusahaan BUMN atau swasta agar dalam penyaluran dana CSR untuk berhati-hati dengan melakukan koordinasi dan konsultasi dengan BNPT," kata Nur Wahid.
Baca juga: Densus 88, Bareskrim Polri, BNPT hingga PPATK Bergerak Bidik Dugaan Penyimpangan Dana Umat ACT
"Hal ini penting agar penyaluran dana untuk kepentingan kemanusiaan yang dilakukan individu ataupun lembaga tepat sasaran dan terhindar dari kategori ikut dalam mendanai tindak pidana terorisme," pungkasnya.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya dugaan riwayat transaksi yang mengarah ke tindak pidana terorisme di lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa pihaknya telah mencurigai adanya transaksi mencurigakan di lembaga amal ACT.