"Jadi, tidak murni menghimpun dan kemudian disalurkan, tapi dikelola dulu di bisnis tertentu dan ada keuntungan," ucapnya.
Ivan memberikan contoh, ada satu entitas perusahaan yang dalam waktu dua tahun melakukan transaksi dengan ACT lebih dari Rp 30 milliar.
"Ternyata pemilik perusahaan tadi terafiliasi dengan pengurus dari entitas yayasan tadi," ungkap Ivan.
Sebelumnya, Kepala PPATK membenarkan adanya temuan terkait dugaan penyelewengan dana dari lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).
"Ya itu belasan milliar lah, kami tidak bicara semua diduga menyimpang," jelas Ivan dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (5/7/2022).
Ivan juga menyebut, adanya indikasi pidana penggelapan, karena adanya penggunaan dana sumbangan publik untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, Ivan mengatakan, mestinya aktivitas pengumpulan dana sumbangan publik tidak memotong dana yang akan diberikan kepada penerima bantuan.
Diketahui, kasus dugaan penyelewengan dana lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan masyarakat.
Bahkan, tagar Jangan Percaya ACT sempat trending sosial media Twitter.
Pengguna media sosial mempermasalahkan transparansi ACT dalam hal penyaluran dana donasi.
Bahkan, dalam sebuah laporan berita media, gaji CEO ACT disebut mencapai Rp 250 Juta per bulan.
Sementara gaji pejabat menengahnya mencapi Rp 80 Juta perbulan, ditambah fasilitas mobil Alphard atau Fortuner.
Densus 88 hingga Polri Turun Tangan Dalami Kasus Dugaan Penyelewengan Dana ACT
Diberitakan Tribunnews.com, Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Pol Aswin Siregar, mengungkapkan pihaknya sedang mendalami dugaan penyelewengan dana lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).