TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan penyelewengan dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) memasuki babak baru.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan sejumlah transaksi yang dilakukan ACT selama ini, termasuk ke sejumlah negara.
Transaksi tersebut tidak hanya dilakukan atas nama yayasan tetapi juga secara individu, mulai dari pengurus hingga karyawan ACT.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan dari temuan tersebut terdapat karyawan ACT yang melakukan transaksi dengan nominal mencapai Rp 1,7 miliar.
Baca juga: PPATK Ungkap ACT Diduga Pakai Uang Donasi Untuk Kepentingan Bisnis Pemimpinnya
Transaksi tersebut, kata Ivan, ditujukan ke sejumlah negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme.
"PPATK melihat ada beberapa individu di dalam yayasan tadi (ACT) yang juga secara sendiri-sendiri melakukan transaksi ke beberapa negara dan ke beberapa pihak untuk kepentingan yang sekarang masih diteliti lebih lanjut," kata Ivan dalam jumpa pers seperti dikutip dari Kompas.TV, Rabu (6/7/2022).
Menurut dia ada salah satu karyawan selama dua tahun melakukan transaksi ke pengiriman dana ke negara-negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme. '
'Seperti 17 kali transaksi dengan nominal Rp 1,7 miliar. Antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 552 juta," kata Ivan Yustiavandana.
Tak hanya karyawan, PPATK juga menemukan salah satu pengurus ACT yang pernah mengirim dana sebesar Rp 500 juta ke sejumlah negara.
Transaksi itu dilakukan pada periode 2018-2019.
Adapun negara-negara yang dimaksud Ivan antara lain Bosnia, Turki, Albania, Kyrgyzstan, dan India.
"Salah satu pengurus itu melakukan transaksi pengiriman dana periode 2018 ke 2019 hampir senilai Rp 500 juta ke beberapa negara seperti ke Turki, Kyzikstan, Bosnia, Albania, dan India," lanjut dia.
Dana ACT Diduga Mengalir ke Al Qaeda
Pada kesempatan itu, PPATK aliran dana dari ACT juga mengalir kelompok teroris Al-Qaeda.
Kepala PPATK Ivan Yustiavanda menjelaskan pihaknya terus mendalami terkait dugaan aliran dana tersebut.
Dari penyelidikan sementara ada transaksi yang diduga mengalir ke salah satu anggota Al-Qaeda yang pernah ditangkap pihak kepolisian di Turki.
Hal itu disampaikan Ivan saat konferensi pers di Gedung PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
"Beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang masih diduga, patut diduga terindikasi pihak, yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda," kata Ivan Yustiavanda.
Meski demikian, Ivan mengatakan pihaknya perlu mendalami lebih detail soal dugaan aliran dana tersebut.
Dia juga tak menutup kemungkinan untuk menggandeng pihak lain dalam melakukan penelurusan itu.
Sehingga, akan terbukti bahwa adanya dugaan aliran dana tersebut atau hanya sebuah kebetulan.
"Ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan," terangnya.
Blokir 60 Rekening ACT
Ivan mengatakan PPATK telah melakukan analisis terhadap lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) sejak tahun 2018, lalu.
Dia menyebut PPATK telah melakukan analisis penghimpunan dana publik yang dilakukan oleh ACT melalui penelusuran transaksi keuangan lembaga tersebut.
Dimana, perputaran dana yang masuk melalui ACT tersebut mencapai Rp1 triliun per tahunnya.
Lebih jauh, Ivan menemukan sebuah kasus yang melibatkan salah satu pihak perusahaan yang melakukan transaksi dengan yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.
Dan ternyata pemilik perusahaan tersebut juga adalah salah satu pendiri lembaga tersebut.
"Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," terangnya.
Atas temuannya itu, Ivan langsung mengambil langkah dengan melakukan pembekuan atas 60 rekening yang berafiliasi dengan Yayasan ACT mulai hari ini.
"Kami putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan," tegas Ivan.
Selain itu, pihaknya menyebut bahwa Yayasan ACT melakukan transaksi dengan lembaga luar negeri atau entitas asing.
Dimana angka tersebut terbilang fantastis.
Berdasarkan data yang ada, PPATK temukan lebih dari 2.000 kali transaksi yang dilakukan ACT dengan pihak-pihak asing di luar negeri.
Bahkan, nominalnya mencapai Rp 64 miliar.
"Kegiatan entitas yayasan ini juga bertransaksi dengan 10 negara yang paling besar menerima dan mengirim ke yayasan tersebut berdasarkan laporan 2014-2022," kata Ivan.