Sementara itu, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan aksi baku tembak antara 2 polisi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sangat merugikan.
Kerugian tersebut, dari sisi anggaran untuk penanganan dan penyelidikan serta dampak psikologis bagi masyarakat.
"Yang jelas, bayangkan ini. Dalam kejadian penembakan yang tidak patut, setelah satu peluru diletuskan polisi dan mengenai sasaran, maka polisi lainnya akan datang ke TKP," kata Reza saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/7/2022).
Selanjutnya, ambulans akan dikerahkan untuk membawa korban.
Baca juga: Polisi Sebut Bharada E Hanya Melindungi Diri saat Tembak Mati Brigadir J di Rumah Kadiv Propam
Lantas, Propam turun tangan melakukan investigasi dan melakukan autopsi terhadap korban yang tewas.
"Proses hukum berlangsung lama. Keluarga korban memperoleh restitusi dan kompensasi," katanya," ucapnya.
Menurut Reza, karena peristiwa konflik antarpolisi hingga menyebabkan korban meninggal itu bisa berulang, maka jumlah anggaran yang harus digelontorkan untuk menangani perkara seperti itu akan berlipat ganda.
Menurut Reza, kejadian baku tembak antarpolisi itu juga akan membuat masyarakat umum khawatir.
Kronologi Penembakan di Rumah Ferdy Sambo
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, menjelaskan kronologi terkait tewasnya Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J karena ditembak sesama anggota polisi berinisial Barada E, Senin (11/7/2022).
Sebelumnnya, baik Bharada E maupin Brigadir J saat itu sama-sama sedang berada di rumah Ferdy Sambo.
Bharada E di lantai dua rumah Ferdy Sambo, sementara Brigadir J berada di lantai satu.
Dari lantai dua, Bharada E tiba-tiba mendengar suara istri Kadiv Ferdy Sambo minta tolong.
Ketika menuruni tangga, Bharada E tiba-tiba ditembaki oleh orang yang ternyata adalah Brigadir J.