Jika KPU tetap nekat, maka akan berujung pada penggugatan, bahkan bisa juga berujung pada pembatalan Pemilu.
"Agak sulit KPU kalau membuat e-voting karena konstitusi dan undang-undang tidak mengatur soal itu. Kalau KPU bikin misalnya e-voting ini dipaksakan, kalau ada partai yang kalah, dia bilang KPU ngawur."
"Undang-undang enggak ada pakai elektronik, kok KPU pake elektronik. Pemilu bisa batal, karena undang-undang tidak diubah, itu masalahnya," kata Agus.
Baca juga: Bawaslu Ingatkan KPU agar Masalah Sipol Tak Terulang di Pemilu 2024
Penerapan e-voting Tanpa Kajian Dipastikan Munculkan Ketidakpercayaan Hasil Pemilu
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif menyampaikan meski usulan penerapan elektronik voting dinilai bisa sangat menghemat anggaran, namun e-voting tanpa didahului kajian matang dan regulasi kuat, dipastikan berdampak pada ketidakpercayaan publik atas hasil pemilu.
Hal ini disampaikan Koordinator Harian KoDe Inisiatif, Ihsan Maulana menanggapi usulan Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais terkait penerapan e-voting berbasis blockchain.
"Meski dinilai dapat menghemat anggaran, penggunaan e-voting tanpa didahului dengan kajian yang matang, regulasi yang kuat, akan berdampak pada distrust publik terhadap hasil Pemilu," kata Ihsan kepada Tribunnews.com, Sabtu (4/6/2022).
Baca juga: 3 Cara Bawaslu Cegah Pelanggaran dan Sengketa dalam Proses Tahapan Verifikasi Parpol Pemilu 2024
Ihsan mengatakan bahkan sejumlah negara yang sebelumnya sudah menerapkan e-voting justru meninggalkannya lantaran dinilai tak efektif dan efisien.
Penerapan e-voting juga disebut justru berdampak pada masalah yang lebih luas lagi.
"Beberapa negara yang sudah menggunakan e-voting saja mulai meninggalkannya karena dinilai tidak efektif dan efisien serta berdampak pada hal yang lebih luas," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Danang Triatmojo)
Baca berita lainnya terkait Pemilu 2024.