Ia pun berkali-kali menggerakkan tangan kanan di atas punggung tangan kirinya sebagai bahasa isyarat yang berarti 'pelan-pelan' agar mereka tetap tenang.
"Setelah beberapa hari akhirnya membaik, semoga dengan pembiasaan dapat semakin prima dalam melayani," tutur Lisma.
Fingertalk merupakan komunitas difabel yang memiliki tujuan untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka yang berkebutuhan khusus, terutama kelompok tuli.
Tercatat, sebanyak 74 persen orang tuli usia produktif di Indonesia tidak bekerja karena adanya stigma sosial dan keterbatasan komunikasi.
Hal inilah yang kemudian menjadi penggerak Fingertalk untuk memberi kesempatan dan bekal bagi kelompok tersebut agar kelak dapat terjun ke masyarakat.
Mirisnya, keterbatasan dana seringkali menjadi kendala yang menghambat gerakan sosial ini.
Sehingga adanya bantuan program TJSL PLN UIP JBB, kata Lisma, menjadi oase bagi kesulitan yang dihadapi komunitas ini.
Saat ini, di lokasi toko kue dan roti itu juga terdapat tempat pencucian motor dan mobil, seluruh pekerjanya pun merupakan teman-teman tuli Fingertalk.
"Ini juga sempat terancam kami tutup karena penghasilan sangat turun sejak pandemi. Tapi dengan adanya toko kue ini, kami sama-sama bertahan dan berjuang juga saling melengkapi," pungkas Lisma.
Kolaborasi antara Fingertalk dan PLN UIP JBB ini pun diharapkan dapat terus memperluas kesempatan bagi kaum inklusi untuk mengasah keahlian dan keterampilan mereka.
Hal itu agar keterbatasan yang mereka miliki tidak lagi menjadi penghalang untuk terjun langsung dalam lingkup masyarakat melalui berbagai aspek kehidupan.
Fingertalk pun diharapkan dapat bertumbuh menjadi sebuah hub untuk para inklusi, dengan membawa semangat 'Sustainable Development Goals: no one left behind'.