News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Adu Pendapat Kuasa Hukum Istri Ferdy Sambo dan Pengacara Brigadir J soal Laporan Dugaan Pelecehan

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Patra M Zein, Kuasa hukum Putri Chandrawati memberi tanggapan soal permintaan SP3 atas laporan dugaan pelecehan yang diajukan oleh kliennya.

TRIBUNNEWS.COM - Patra M Zein, Kuasa hukum istri Kadiv Propam nonaktif Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawati buka suara soal laporan dugaan pelecehan yang diajukan kliennya.  

Sebelumnya, kuasa hukum pihak Brigadir J, Kamaruddin Simanjutak menyebut laporan dugaan pelecehan seksual yang ditujukan pada Brigadir J harusnya SP3 atau dihentikan. 

Sebab, subjek hukum yang disangkakan yakni Brigadir J sudah meninggal. 

Menanggapi hal tersebut, Patra mengatakan pihaknya tetap bersikukuh melanjutkan laporan ini. 

Menurutnya, hal penting dalam laporan ini adalah mengetahui peristiwa dugaan pelecehan tersebut. 

Patra menjelaskan lebih lanjut mengenai hukum acara pidana untuk menyanggah pernyataan Kamaruddin. 

"Saya mau sampaikan hukum acara, agar masyarakat juga paham."

"Ketika seseorang melaporkan suatu peristiwa pidana maka kepolisian wajib menindak lanjutinya."

"Jadi kita mau tahu peristiwanya dulu, kalaupun ternyata tersangkanya sudah meninggal dunia maka kita menggunakan pasal 77 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)." 

Adapun dalam pasal 77 KUHP dijelaskan bahwa kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia. 

"Maka penuntutannya hapus tapi kan kita semua mau tahu peristiwannya, seperti apa dugaan kekerasannya, dugaan pencabulannya seperti apa."

"Jadi enggak usah khawatir pengacara dari sana, sudah diatur KUHAP dan KUHP," tegas Patra. 

Kamaruddin Sebut Laporan Dugaan Pelecehan Hanya Pengalihan Isu

Kamaruddin Simanjuntak berpendapat, laporan tersebut hanyalah pengalihan isu. 

Terlebih tergugat dalam dugaan pelecehan yakni Brigadir J sudah meninggal. 

Sehingga nantinya tidak ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban. 

Kamaruddin juga mengklaim dengan adanya laporan mengenai pelecehan ini hanya akan memperlambat kerja Bareskrim untuk menangani kematian Brigadir J. 

"Saya katakan itu hanya pengalihan isu, karena orang mati tidak bisa dimintai pertanggungjawaban," kata Kamaruddin, Selasa (2/8/2022) dikutip dari YouTube Kompas Tv

"itu hanya memperlambat kerja penyidik sini (Bareskrim Polri)," lanjutnya. 

Bareskrim Ambil Alih Laporan Dugaan Pelecehan Brigadir J

Diwartakan Tribunnews sebelumnya, Bareskrim Polri menarik laporan soal dugaan pelecehan seksual dan penodongan yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Chandrawati.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengklaim alasan penyidik mengambil alih kasus ini atas pertimbangan efektivitas dan efisiensi dalam penanganan kasusnya.

"Dijadikan satu agar efektif dan efisien dalam menajemen penyidikannya," kata Dedi Prasetyo kepada wartawan, Minggu (31/7/2022).

Laporan dugaan pelecehan seksual tersebut dibuat oleh Putri Chandrawati ke Polres Metro Jakarta Selatan setelah kematian Brigadir J.

Terakhir laporan itu diambil alih ke Polda Metro Jaya untuk disidik.

Meski telah diambil alih, namun Dedi menyebut proses penyidikannya tetap melibatkan penyidik dari Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.

"Penyidik Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Selatan tetap masuk dalam tim penyidik timsus," ungkapnya.

Irjen Ferdy Sambo bersama sang istri Putri Candrawati dan Brigadir J (Kanan). Kini kasus dugaan pelecehan istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawati ditangani Bareskrim Polri.(Kolase Tribunnews.com)

Laporan terkait Dugaan Asusila

Dalam laporannya, istri Ferdy Sambo mempersangkakan Brigadir J dengan Pasal 335 KUHP dan 289 KUHP.

Pasal 335 KUHP Ayat (1)

"Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain."

Pasal 289 KUHP

"Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun."

(Tribunnews.com/Milani Resti/ Theresia Felisiani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini