Di tengah kontroversi mengenai AMDK dalam galon BPA, terdapat alternatif plastik berbahan Polyethylene Terephthalate (PET) berkode plastik nomor 1.
Berbeda dengan BPA, PET dikenal relatif aman dan digunakan di seluruh dunia. Salah satu negara yang mempergunakan PET adalah Jepang, yang sudah beralih 100 persen ke plastik PET untuk kebutuhan kemasan sehari-hari.
Namun, di Indonesia masih beredar informasi keliru terkait galon PET.
Baca juga: Dampak Kasus Pemalsuan Air Galon Isi Ulang Banten: Warga Resah, Distributor Alami Kerugian
Alih-alih memandang PET sebagai alternatif yang relatif lebih aman untuk kesehatan manusia dibanding galon BPA, isu yang digulirkan kemudian justru beralih ke galon plastik PET sekali pakai.
Kesalahan berpikir ini diungkapkan oleh ahli teknologi polimer Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), Assoc. Prof. Dr. Mochamad Chalid, S.Si., M.Sc. Eng. Menurutnya, warga di negara maju lebih mudah memilih plastik PET untuk kemasan makanan dan minuman, sementara di Indonesia, masih terdapat salah paham terkait kebijakan untuk memilih plastik PET dikarenakan beberapa hal.
“Ada banyak pertimbangan, utamanya tentu pertimbangan teknologi. Tetapi, di samping itu, masyarakat di negara maju sudah terdidik dari awal, sehingga mereka sejak awal sudah sangat memahami kebijakan untuk memilih plastik PET,” katanya.
Faktanya, keamanan dari plastik PET dapat dilihat dari skala penggunaannya yang masif di seluruh dunia, termasuk oleh market leader pasar AMDK di Indonesia. Terlebih, belum terdapat satupun negara di dunia yang melarang penggunaan plastik PET untuk kemasan air minum.
Lebih jauh, Chalid mengatakan keunggulan dari kemasan plastik PET telah terbukti lewat riset. Penelitian Council of Scientific and Industrial Research-Central Food Technological Research Institute (CSIR-CFTRI), Mysore, India, turut menegaskan botol plastik PET terbukti aman digunakan.
“Tidak ditemukan pelepasan senyawa antimon berbahaya dalam kemasan plastik PET. Di sisi lain, juga belum ditemukan adanya indikasi munculnya endokrin disruptor (senyawa yang bisa mengganggu sistem hormon tubuh, seperti yang terkandung dalam plastik BPA) dalam penggunaan plastik PET,” terangnya.
Dikutip dari Thehindu.com, analisis dari CSIR-CFTRI tersebut menunjukkan bahwa meski terpapar temperatur tinggi, plastik PET tidak menyebabkan migrasi di dalam kemasan dan semuanya masih berada di bawah batas deteksi (below detection limit).
Batas migrasi dalam plastik PET juga masih berada di bawah regulasi Uni Eropa (UE) tentang “batas migrasi spesifik”, yang merupakan jumlah maksimum senyawa yang bisa bermigrasi dari kemasan ke dalam minuman di dalamnya.
Secara keseluruhan, hasil riset CSIR-CFTRI menyimpulkan bahwa tidak terdapat senyawa kimia pada botol plastik PET yang melanggar batasan regulasi Uni Eropa.
Regulasi pelabelan BPA demi perlindungan kesehatan masyarakat
Dengan terdapatnya bahaya kandungan BPA pada galon AMDK, BPOM pun turut menegaskan bahwa regulasi pelabelan BPA dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat.