"Saya kira kalau kebijakan pemberdayaan bisa dilakukan, sistem anggaran selama ini bisa maksimal untuk program yang berkelanjutan," jelasnya.
Selama ini kata Khudori, sistem kebijakan pertanian Indonesia mengalami diskontinyuitas.
Dimana setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan, biasanya diganti kebijakan baru. Situasi ini yang memicu adanya ketidakberkelanjutan.
Sementara Ahli Ekologi dan Pertanian IPB Rina Mardiana meminta Cak Imin memprioritaskan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan agraria yang berkeadilan.
"Kita bicara soal melimpahnya sumber daya alam ini harus dikelola secara berkeadilan dan inklusif," kata Rina.
Ia menilai, masalah pengelolaan SDA serta agraria merupakan dua hal yang sangat mendasar dalam mewujudkan ketahanan pangan dan energi di masa depan.
"Pesan saya nih buat Cak Imin, kalau nanti nyapres jadi presiden, maka buatlah 'omnibus law' khusus untuk sumber daya alam dan pembangunan agraria. Itu adalah yang paling mendasar," jelasnya.
Menurut Rina, dengan melimpahkan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, tidak bisa dikelola secara asal-asal.
Dalam konteks ini, masalah SDA dan agraria harus dikelola bersama dan mengedepankan prinsip kolaboratif.
"Mengelola itu tidak sendiri-sendiri, melainkan bersama-sama, bareng-barengan dan kolaboratif," ujarnya.
Ia juga menyinggung soal kebijakan omnibus law yang beberapa waktu lalu resmi disahkan pemerintah.
Menurutnya, jangan sampai kebijakan omnibus law salah sasaran.
"Saya ingin menambahkan untuk Cak Imin. Kita baru saja melakukan revolusi kebijakan melalui omnibus law. Salah satunya tentang pembangunan di sektor agraria. Apakah itu menjadi ruh semangat kerja? Jangan sampai rakyat menjadi buruh di tingkat pedesaan. Itu namanya de agrarianisasi," tandasnya.