"Insya Allah (akan ditambahkan). Karena begini. Proses pembentukan UU kesepakatan dua pihak. Kalah DPR menyetujui dan pemerintah juga oke, tidak ada masalah," kata dia.
Eddy juga menegaskan RKUHP yang dirumuskan oleh tim ahli pemerintah itu sama sekali tidak menghidupkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pasal penghinaan presiden.
Justru, kata dia, rumusan RKUHP sesuai dengan putusan MK.
Selain itu, kata dia, di dalam RUU KUHP sama sekali tidak pernah disinggung mengenai tindak pidana pers.
Eddy juga mengungkapkan sebetulnya yang dikhawatirkan oleh Dewan Pers terhadap RKUHP adalah potensi pengekangan terhadap kebebasan pers.
"Sekali lagi potensi. Potensi ini kan bisa ya bisa tidak. Dikhawatirkan potensi bisa mengekang kebebasan pers," kata dia.
Sebelumnya, Eddy dan tim perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menerima audiensi Dewan Pers, Rabu (20/7/2022).
Dalam kesempatan itu, Dewan Pers menyampaikan delapan pasal bermasalah di RKUHP yang terkait kebebasan pers.
Ketua Bidang Pengaduan dan Etika Pers, Yadi Hendriana, membeberkan pasal-pasal dimaksud.
Baca juga: Wamenkumham: Pembahasan RKUHP Dilakukan Terbuka, Tapi Terbatas
Pertama, terkait dengan pasal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, dalam Pasal 218-220.
Pihak Dewan Pers mengkhawatirkan hal ini akan mengancam dan menghalangi fungsi pers sebagai kontrol sosial.
"Karena ketentuan ini kami anggap melanggar Pasal 28 f UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial serta berhak mencari memperoleh menyimpan dan lain-lain. Itu yang kami concern," ucap Yadi dalam audiensi tersebut, Rabu (20/7/2022).