"Ada kasus menarik lain seputar pemberitaan fitnah evali di dunia vape, contohnya di Australia," papar Hokkop.
Dua kasus yang berkaitan dengan evali ternyata didiagnosa mempunyai penyakit atau penyebab bawaan lain, bukan karena vape.
Pertama, seorang remaja yang belakangan diketahui mengidap penyakit infeksi kandungan kemih (urinary infection) yang menyebar hingga ke paru-paru.
Sedangkan kasus kedua, seorang pria tua berumur 70 tahun yang memang terkena penyakit infeksi paru-paru akibat komplikasi penyakit emphysema yang telah diidapnya akibat telah merokok konvensional selama 40 tahun.
Studi terbaru yang mendukung hal ini juga dilakukan Yale School of Public Health, yang menyebutkan bahwa kasus angka tinggi dari penggunaan e-cig dan ganja di Amerika sama sekali bukan penyebab evali.
Bantahan tersebut dimuat di jurnal Addiction, yang membahas hubungan kasus evali dan pra-wabah yang menyebar ternyata jauh lebih sedikit jika dikaitkan dengan penggunaan vaping.
Menurut asisten profesor Abigail Friedman PhD, dari Yale School of Public Health, hasil penelitian malah menunjukkan angka yang bertolak belakang dengan tuduhan ini, tambah Hokkop.
Kesimpulannya, berita bahwa menghisap nikotin dari vape sebagai penyebab EVALI adalah hoax adanya.
Baca juga: Seperti Apa Kualitas Vape yang Banyak Diburu Konsumen? Ini Penjelasan Ketua Konvo
“Mereka yang nuduh dan juga media termasuk pihak kesehatan termasuk di negara kita juga harus dengan jujur dan berani mengatakan apa yang sebenarnya,” kata Hokkop.
Sayangnya, mereka secara buruk masih menghasut dan memaparkan bahaya vape dengan mengaburkan tema, berputar-putar dan mirisnya, meninggalkan konsumen vape dengan pertanyaan yang tidak bisa terjawab.
”Mudah-mudahan praduga salah soal vape semacam itu akan segera hilang,” ujar Hokkop.