News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hokkop Menguak Informasi Palsu soal Vape yang Dianggap Menyesatkan

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komunitas Vape Berorganisasi (Konvo), Hokkop Situngkir.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komunitas Vape Berorganisasi (Konvo), Hokkop Situngkir mempertanyakan apa maksud dan tujuannya sehingga sejak bertahun-tahun lalu cukup banyak pemberitaan yang sangat menyudutkan perihal rokok elektrik atau vape.

Apalagi berita mengenai penggunaan rokok elektrik yang mempunyai konsekuensi serius buat kesehatan, mulai dari depresi, disfungsi seksual terutama ereksi (buat pria), risiko stroke tingkat tinggi, sesak nafas berat, hingga penyebab utama kerusakan paru-paru.

Hokkop Situngkir mewakili Konvo sebagai  asosiasi konsumen vape memaparkan fitnah dan berbagai tuduhan miring bahwa evali pada khususnya menjadi penyebab serius buat kesehatan paru-paru dengan landasan tulisan di media drug and alcohol review pada akhir Agustus 2022 kemarin.

Istilah evali singkatan dari e-cigarettes or vaping associated lung injury, atau bisa diartikan sebagai penyakit paru-paru akut sebagai akibat menghirup aerosol dari pena vape atau rokok elektrik.

Evali pernah menjadi wabah besar di akhir 2019 khususnya di Amerika Utara yang berakhir mendadak di awal 2020 hingga sempat membuat publik ketakutan untuk ber vape.

Konon, tercatat 68 orang meninggal dan lebih dari 2800 orang dirawat karena penyakit paru akut tersebut.

“Namun seiring dengan waktu dan hebohnya pemberitaan tersebut, ternyata tidak ada bukti dari dunia kesehatan bahwa itu semua berhubungan dengan menghisap rokok elektrik,” kata Hokkop dalam keterangannya, Selasa (27/9/2022).

Menurut dia, konon semuanya terkuak karena faktor kejahatan ekonomi di sana dengan mengkambing hitamkan rokok elektrik ini.

Vitamin E Acetate (VEA) yang digadang-gadangkan sebagai bahan utama penyebab kerusakan paru-paru, ternyata sama sekali tidak bisa dicampurkan ke e-liquid nikotin.

"Tidak hanya itu, VEA sama sekali tidak ada pengaruhnya bahkan jika bisa dicampurkan sekalipun," ujarnya.

Baca juga: Pertumbuhan Cukup Pesat, IECIE Jadikan Indonesia Tuan Rumah Pameran Vape Sekaligus Awali Tur Global

Untuk lebih meyakinkan lagi, Hokkop bahkan memaparkan 4 organisasi Kesehatan terkenal di Amerika seperti American Heart Association, American Cancer Society, American Lung Association dan American Thoracic Society sampai pada intinya membuka tabir bahwa EVALI memang dikembangkan sebagai propaganda anti vaping.

Hokkop juga mengingatkan bahwa berita wabah penyakit paru-paru di tahun 2019 tadi sudah di warning ke seluruh dunia dan akibat rokok elektrik lah yang menyebabkannya itu.

Namun Public Health England yang merupakan agensi eksekutifnya kementerian Kesehatan di Inggris, justru jauh-jauh hari mengingatkan bahwa sebenarnya tidak ada hubungannya antara penggunaan nikotin vape dengan evali.

Lebih tepatnya, evali timbul lebih karena kasus black market nya vape yang mencampur-adukkan bersama bahan-bahan ganja yang dicampur Vitamin E Acetate (VEA).

"Ada kasus menarik lain seputar pemberitaan fitnah evali di dunia vape, contohnya di Australia," papar Hokkop.

Dua kasus yang berkaitan dengan evali ternyata didiagnosa mempunyai penyakit atau penyebab bawaan lain, bukan karena vape.

Pertama, seorang remaja yang belakangan diketahui mengidap penyakit infeksi kandungan kemih (urinary infection) yang menyebar hingga ke paru-paru.

Sedangkan kasus kedua, seorang pria tua berumur 70 tahun yang memang terkena penyakit infeksi paru-paru akibat komplikasi penyakit emphysema yang telah diidapnya akibat telah merokok konvensional selama 40 tahun.

Studi terbaru yang mendukung hal ini juga dilakukan Yale School of Public Health, yang menyebutkan bahwa kasus angka tinggi dari penggunaan e-cig dan ganja di Amerika sama sekali bukan penyebab evali.

Bantahan tersebut dimuat di jurnal Addiction, yang membahas hubungan kasus evali  dan pra-wabah yang menyebar ternyata jauh lebih sedikit jika dikaitkan dengan penggunaan vaping.

Menurut asisten profesor Abigail Friedman PhD, dari Yale School of Public Health, hasil penelitian malah menunjukkan angka yang bertolak belakang dengan tuduhan ini, tambah Hokkop.

Kesimpulannya, berita bahwa menghisap nikotin dari vape sebagai penyebab EVALI adalah hoax adanya.

Baca juga: Seperti Apa Kualitas Vape yang Banyak Diburu Konsumen? Ini Penjelasan Ketua Konvo

“Mereka yang nuduh dan juga media termasuk pihak kesehatan termasuk di negara kita juga harus dengan jujur dan berani mengatakan apa yang sebenarnya,” kata Hokkop.

Sayangnya, mereka secara buruk masih menghasut dan memaparkan bahaya vape dengan mengaburkan tema, berputar-putar dan mirisnya, meninggalkan konsumen vape dengan pertanyaan yang tidak bisa terjawab.

”Mudah-mudahan praduga salah soal vape semacam itu akan segera hilang,” ujar Hokkop.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini