TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Pemulihan Hutan (KPH) Jawa menyerahkan Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (11/10/2022).
"Dengan Amicus Curiae ini, KPH Jawa memberikan masukan kepada Majelis Hakim PTUN Jakarta agar MENOLAK gugatan serikat pekerja Perhutani dkk terhadap SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 287 tahun 2022 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus," ujar Aji Sutisna dari KPH Jawa saat menyerahkan dokumen Amicus Curiae kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Sebagaimana diketahui, Pada tanggal 5 April 2022, Menteri LHK mengeluarkan Surat Keputusan Nomor SK.287/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada 1,1 juta hektar hutan produksi dan lindung di Jawa yang selama ini dikelola Perum Perhutani.
KHDPK diperuntukkan bagi 6 (enam) kepentingan yaitu: perhutanan sosial, penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, ataupun pemanfaatan jasa lingkungan (Pasal 112 ayat (1) PP 23/2021).
Atas terbitnya SK Menteri LHK tersebut, serikat pekerja Perhutani dkk tanggal 10 Agustus 2022 melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan Perkara Nomor 275/G/2022/PTUN.JKT.
Para penggugat tersebut tidak setuju hutan seluas 2,4 juta hektar yang selama ini dikelola Perum Perhutani dikurangi luasannya.
Pada sisi lain, sejumlah petani hutan penerima izin Perhutanan Sosial di Jawa menyambut baik kebijakan KHDPK.
Mereka menilai, KHDPK dapat membuka kesempatan petani hutan untuk menjadi subjek pengelola hutan dengan skema-skema perhutanan sosial yang selama ini dikenalkan oleh pemerintah, namun tidak bisa diterapkan di Jawa, antara lain Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Sehingga, dengan perhutanan sosial dalam wilayah KHDPK dapat memulihkan kondisi hutan, meningkatkan produktivitas lahan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, KPH Jawa sebagai koalisi masyarakat sipil yang beranggotakan 88 Kelompok Tani Hutan pemegang izin Perhutanan Sosial dan organisasi masyarakat sipil berpendapat sebagai berikut:
Pertama, KHDPK tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
SK ini sesuai dengan semangat Hak Menguasai Negara atas hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945.
Sehingga, Menteri LHK sebagai representasi dari negara menjalankan kewenangannya.
Selain itu, SK ini juga selaras dan tidak bertentangan dengan PP 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Baca juga: Pemetaan Wilayah Adat dan Hutan Adat Salah Satu Jalan Tengah Rekonsiliasi di Tanah Papua