“Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG,” tulis BPOM dikutip dari laman resminya.
Namun demikian EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan. BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.
Lebih lanjut, kementerian Kesehatan telah menjelaskan bahwa penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) belum diketahui.
Hingga kini masih memerlukan investigasi lebih lanjut bersama BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.
Selain itu BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat.
Selanjutnya, untuk produk yang melebih ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif.
Baca juga: Kemenkes Anjurkan Penggunaan Tablet dan Kapsul untuk Cegah Gangguan Ginjal pada Anak
Berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan Izin Edar.
Semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha.
Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan atau bahan baku jika diperlukan. BPOM juga mengajak masyarakat untuk menggunakan obat secara aman dan selalu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi aturan pakai. Kedua, membaca dengan seksama peringatan dalam kemasan; Ketiga, menghindari penggunaan sisa obat sirup yang sudah terbuka dan disimpan lama.
Keempat, melakukan konsultasi kepada dokter, apoteker atau tenaga Kesehatan lainnya apabila gejala tidak berkurang setelah 3 (tiga) hari penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas pada upaya pengobatan sendiri (swamedikasi).
Baca juga: IDAI: Kasus Gangguan Ginjal Akut Misterius pada Anak Tersebar di 20 Provinsi, Terbanyak DKI Jakarta
Kelima, melaporkan secara lengkap obat yang digunakan pada swamedikasi kepada tenaga kesehatan. Keenam, melaporkan efek samping obat kepada tenaga Kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan BPOM Mobile dan e-MESO Mobile.
“BPOM juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kefarmasian. Atau sumber resmi serta selalu ingat Cek KLIK (cek kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat," tutupnya.