TRIBUNNEWS.COM , JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pengawasan terhadap industri obat terus diperketat menyusul kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia.
“Yang paling penting pengawasan terhadap industri obat harus diperketat lagitugasnya semuanya ya,” kata Jokowi usai usai acara HUT ke-58 Golkar di JI Expo Kemayoran, Jakarta, Jumat malam, (21/10/2022).
Penjelasan terkait kasus gagal ginjal akut pada anak, kata Presiden sudah dilakukan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara detil.
“Tadi siang udah disampaikan oleh menteri kesehatan sangat detil ya yang paling penting pengawasan terhadap industri obat harus diperketat lagi tugasnya semuanya ya,” kata Presiden.
Sebelumnya Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya belum akan menetapkan status Kejadian Luar Biasa atau KLB pada kasus gangguan ginjal akut yang terjadi di Indonesia.
Ia menyebutkan, pihaknya telah mengumpulkan ahli epidemiologi untuk mengkaji status tersebut.
"Status KLB kita sudah diskusi belum masuk status KLB," ujar dia dalam konferensi pers Jumat (21/10/2022).
Berdasarkan data per 21 Oktober 2022 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia sebanyak 241.
Kasus tersebut tersebar di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus yang ada.
"Ini terjadi peningkatan mulai bulan Agustus. Jadi meninggal karena gangguan ginjal ini normal selalu terjadi cuma jumlahnya kecil sebulan satu dua nggak pernah tinggi," kata Menkes.
Status KLB Kurang Tepat
Pakar kesehatan sekaligus mantan petinggi WHO Prof Tjandra Yoga Aditama menilai, pelabelan status Kejadian Luar Biasa atau KLB pada kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal kurang tepat.
Pasalnya, pada peraturan Menteri Kesehatan bahwa kategori KLB sebagai berikut:
1. KLB Penyakit menular yang bahkan disebut dapat menjurus terjadinya wabah.
2. KLB Keracunan Pangan.
"Sementara sejauh ini yang diduga jadi penyebab gagal ginjal akut bukanlah penyebaran penyakit menular yang berpotensi wabah, dan bukan juga akibat mengkonsumsi makanan tertentu," ungkapnya.
"Jadi tidak sesuai dengan istilah KLB di Peraturan Menteri Kesehatan yang ada, kecuali kalau kemudian dibuat peraturan tentang jenis KLB yang baru nantinya," sambung dia.
Ia menegaskan, apapun istilah yang akan dipakai, situasi ini bukanlah hal yang biasa.
"Jelas situasi luar biasa bagi kesehatan masyarakat kita, karena itu harus ditangani benar-benar maksimal, all out dengan cermat, cepat dan akurat," ungkap Prof Tjandra.(*)