Dalam melayangkan tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan terhadap para terdakwa.
Hal yang memberatkan yaitu, para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Selain itu, perbuatan Isnu dan Husni dianggap juga telah menyebabkan kerugian keuangan negara yang besar.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan yakni, kedua terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
Sementara itu, menurut jaksa, terdakwa Husni Fahmi telah mengembalikan seluruh uang hasil korupsi yang diperoleh sebesar 20.000 dolar AS.
"Terdakwa Isnu Edhi Wijaya belum sempat menikmati hasil korupsi hasil keuntungan atas proyek e-KTP karena uang yang berada di rekening manajemen bersama sudah disita oleh KPK," kata jaksa.
Diketahui sebelumnya, mantan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya dan PNS BPPT) Husni Fahmi didakwa terlibat korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Jaksa KPK menyebut keduanya turut merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun akibat proyek pengadaan e-KTP.
Perbuatannya itu dilakukan bersama-sama dengan sejumlah pihak lainnya yakni, Andi Agustinus alias Andi Narogong; Dirut PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo; Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.
Kemudian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto; Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos; Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni; serta Ketua Panitia Pengadaan Barang atau Jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Drajat Wisnu Setyawan.
Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pengadaan e-KTP.
Jaksa menyebut Husni Fahmi diperkaya sebesar 20 ribu dolar AS dari proyek e-KTP ini.
Tak hanya Husni Fahmi, sejumlah pihak lainnya juga diperkaya dari proyek ini.
Adapun mereka yang turut diperkaya dari proyek e-KTP yakni, Andi Narogong; Setya Novanto; Irman; Sugiharto; Diah Anggraeni; Drajat Wisnu Setyawan; Wahyudin Bagenda; dan Johanes Marliem. Isnu Edhi dan Husni Fahmi juga turut memperkaya PT PNRI dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lainnya.
Atas perbuatannya, Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi dituntut melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.